4 ARTIKEL TENTANG HUKUM EKONOMI SYARIAH

TANTANGAN EKONOMI SYARIAH DALAM MENGHADAPI MASA DEPAN
INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
Anis Mashdurohatun
Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang
E-mail: ulmiftah19@yahoo.com
Abstract
In essence, globalization is the best means for Muslims to introduce the culture and the teachings of
Islam to all corners of the world. Islamic economic challenges including the State that in fact many
Muslim population tends to use the capitalist system; In economics and politics in view of the Islamic
State is not strong so it is difficult to prove that the Islamic Economic System is superior to the
capitalist and socialist, and Among the experts was still disagreement on the definition Islamic
Economic System. Islamic Economy Facing Future In Indonesia in the Era of Globalization needs to
consider several factors, namely Mastery Technologies, Sharia-based SME Development, Keeping the
Sharia Economic Excellence, namely Islamic economic system, and also the prohibition of usury.
Keywords: islamic economic, globalization, capitalism
Abstrak
Pada hakikatnya globalisasi merupakan sarana terbaik bagi umat Islam untuk memperkenalkan
budaya dan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. tantangan ekonomi syariah diantaranya banyak
Negara yang notabene berpenduduk Islam cenderung menggunakan sistem kapitalis;Secara ekonomi
dan politik Negara Islam di pandang tidak kuat sehingga sulit untuk membuktikan bahwa Sistem
Perekonomian Islam lebih unggul daripada kapitalis dan sosialis;serta Diantara para ahli sendiri masih
silang pendapat tentang pengertian Sistem Perekonomian Islam. Ekonomi Syariah Dalam Menghadapi
Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu Penguasaan
Teknologi, Pengembangan UKM berbasis Syariah, Menjaga Keunggulan Ekonomi Syariah, yaitu sistem
ekonomi syariah, dan juga pelarangan riba.
Kata kunci: ekonomi syariah, globalisasi, kapitalisme
Pendahuluan
Globalisasi ekonomi sebenarnya sudah
terjadi sejak lama, masa perdagangan rempahrempah,
masa tanaman paksa (cultuur stelsel)
dan masa dimana modal swasta Belanda zaman
kolonial dengan buruh paksa. Pada ketiga periode
tersebut hasil bumi Indonesia sudah
sampai ke Eropah dan Amerika.1 Sebaliknya
impor tekstil dan barang-barang manufaktur.
1 Lihat antara lain Daniel Chirot,1986, Social Change in
The Modern Era , San Diego, New York: Harcourt Brace
Jovanovich, Inc hlm. 32-35; H.R.C. Wright,1961, East-
Indian Economic Problem of the Age of Cornwallis &
Raffles, London: Inzac and Company, Ltd., hlm. 16;
Robert Van Neil, 1964, ”The Function of Land Rent
Under the Cultivation Sistem in Java,” Journal of Asian
Studies 23, hlm. 359; dan R.E. Elson, 1984, Javanese
Peasants and the Colonial Sugar Industri, London:
Oxford University Press, hlm. 34-35.
betapapun sederhananya, telah berlangsung
lama.2
Globalisasi ekonomi sekarang ini adalah
manifestasi yang baru dari pembangunan kapitalisme3
sebagai sistem ekonomi internasional,
2 C.Fasseur,1986,” The Cultivation Sistem and Its Impact
on the Dutch Colonial Economy and the Indigenous
Society in Nineteenth Century Java,” dalam Two
Colonial Empires, ed, C.A, Bayly and D.H.A.Kolf,
Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers, hlm.137.
3 Kapitalisme, menurut Weber, menuntut suatu tatanan
normatif dengan tingkat yang dapat diperhitungkan
(calculability atau predictability) secara akurat. Hasil
penelitian Weber terhadap sistem-sistem hukum yang
ada di zamannya, sampai pada kesimpulan bahwa hanya
hukum modern yang rasional atau memiliki rasionalitas
formal yang bersifat logis yang mampu memberikan
tingkat perhitungan yang dibutuhkan. Legalisme
atau pandangan yang menempatkan peraturan perundang-
undangan sebagai sumber hukum utama dan
terpenting, dipandang memberikan dukungan kepada
perkembangan kapitalisme dengan memberikan suasana
Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi 77
Seperti pada waktu yang lalu, untuk mengatasi
krisis, perusahaan multinasional mencari pasar
baru dan memaksimalkan keuntungan dengan
mengekspor modal dan reorganisasi struktur
produksi. Pada tahun 1950 an, investasi asing
memusatkan kegiatan penggalian sumber alam
dan bahan mentah untuk pabrik-pabriknya. Tiga
puluh tahun terakhir ini, perusahaan manufaktur
menyebar keseluruh dunia. Dengan pembagian
daerah operasi melampaui batas-batas
negara, perusahaan-perusahaan tak lagi memproduksi
seluruh produk disatu negara saja.
Manajemen diberbagai benua, penugasan
personel tidak lagi terikat pada bahasa, batas
negara dan kewarganegaraan.4
Pada masa lalu bisnis internasional hanya
dalam bentuk export import dan penanaman
modal. Kini transaksi menjadi beraneka ragam
dan rumit seperti kontrak pembuatan barang,
waralaba, imbal beli, “turnkey project,” alih
teknologi, aliansi strategis internasional, aktivitas
financial, dan lain-lain.5 Globalisasi menyebabkan
berkembangnya saling ketergantungan
pelaku-pelaku ekonomi dunia. Manufaktur,
perdagangan, investasi melewati batasbatas
negara. meningkatkan intensitas persaingan.
Gejala ini dipercepat oleh kemajuan
komunikasi dan transportasi teknologi.6
yang stabil dan dapat diperhitungkan. (lihat David M.
Trubek, “Max Weber on Law and The Rise of Capitalisme”,
Winconsin Law Review, Vol 3, 1992, hlm.

  1. Lihat juga Francis Fukuyama, 2001, Kemenangan
    Kapitalisme dan Demokrasi Liberal (Diterjemahkan dari
    judul asli The End of History and The Last Man)a
    Yogyakarta: Qalam, hlm. 406, 407; Anthony Giddens,
    1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern (Suatu
    analisis karya-karya Marx, Durkheim dan max Weber),
    Jakarta: UI Press, hlm. 153,154. Lebih lanjut, menurut
    Max Weber, jika hukum hendak difungsikan dalam
    memfasilitasi kehidupan ekonomi, maka harus
    diciptakan hukum yang memiliki beberapa karakteristik,
    yakni: predictability,stability, fairness, education,
    special ability of the lawyer. Lihat Thomas N. Frank,
    “The New Development, Can American Law and Legal
    Institution Help Developing Countries?”, Wisconsin Law
    Review, 1989, hlm. 206.).
    4 Richard C. Breeden,”The globalization of Law and
    Business in the 1990s,” Wake Forest Law Review, vol.28
    No.3 1993, hlm. 514.
    5 S. Tamer Cavusgil, “Globalization of Markets and Its
    Impact on Domestic Institutions.” Global Legal Studies
    Journal, Vol 1, 1993, hlm. 83-86.
    6 Jaqnes Delors,1995, ”The Future of Free Trade in
    Europe and the World,” Fordham International Law
    Journal. Vol. 18, h. 723.
    Dampak dari globalisasi sangat kompleks,
    meliputi liberalisasi dalam sistem perdagangan
    dunia, peningkatan mobilitas tenaga kerja dan
    modal, pembentukan blok perdagangan dan
    penyebarluasan teknologi serta komunikasi.7
    Kwakwa menyatakan bahwa efek terpenting
    globalisasi adalah munculnya pergeseran
    dari sistem ekonomi nasional yang berbedabeda,
    ke arah ekonomi internasional dimana
    produksi menjadi mendunia dan modal serta
    uang bergerak secara cepat dan tidak terelakkan,
    melintasi batas Negara-negara. Globalisasi
    yang terjadi pada perusahaan dan pasar juga
    menggerogoti hukum nasional, dan dalam kasus
    tertentu dapat menyebabkan konflik antara
    kebijakan nasional dan kepentingan internasional.
    Sektor privat di wilayah internasional
    (diwakili oleh perusahaan-perusahaan transnasional)
    memainkan peran yang semakin signifikan
    dalam penentuan kebijakan ekonomi
    baik di tingkat nasional maupun global.
    Santos menyatakan bahwa besarnya arus
    import di negara-negara maju, serta aliran
    investasi asing (Foreign Direct Investment) ke
    negara-negara tersebut telah mengakibatkan
    peningkatan ketidakmerataan pendapatan, kehilangan
    pekerjaan dan rendahnya upah bagi
    pekerja kurang terampil. Sedangkan di negaranegara
    berkembang, globalisasi memberikan
    legitimasi bagi internasional untuk menekan
    Negara berkembang agar melakukan proses
    penyesuaian dan restrukturisasi kebijakan dan
    dengan demikian menerima hegemoni kapital
    internasional dalam wilayah Negara.8
    Kekhawatiran pada dampak globalisasi
    ekonomi tersebut,telah memicu para aktivis
    dunia melakukan aksi penentangan globalisasi
    ekonomi dan liberalisasi perdagangan, karena
    dikhawatirkan akan memperbesar kesenjangan
    7 Dian Rosita, 2010, ”Kedaulatan Negara dalam Pembentukan
    Hukum di Era Globalisasi ,”Jakarta; | http://
    http://www.leip.or.id/. Baca juga Damianus J. Hali,
    “Humanisme dan Peradaban Global”, Jurnal Hukum Pro
    Justitia Vol. 26 No. 2 April 2008 FH Unpar Bandung,
    hlm. 111-127; Victor Purba, “Peranan Hukum dalam
    Global Kompetisi pada Era Globalisasi”, Majalah Hukum
    Pro Justitia Tahun XII No. 2 April 1994 FH Unpar Bandung,
    hlm. 56-62.
    8 Kwakwa, Edward,2000,” Regulating The International
    Economy, What Role For The State,” dalam Michael
    Byers, hlm.217.
    78 Jurnal Dinamika Hukum
    Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
    ekonomi, yang justru menciptakan petaka kemanusiaan.
    Pada sisi lain, berbagai pihak berharap
    pula agar WTO yang beranggotakan 147
    negara, akan mampu menjaga kepentingan anggotanya
    dari negara-negara berkembang sebagaimana
    ditegaskan dalam Putaran Doha,
    Qatar, tahun 2001.
    Putaran Doha menekankan perdagangan
    dunia yang lebih berimbang dengan memberikan
    akses lebih besar kepada negara-negara
    berkembang. Sebab jika perdagangan dunia
    berlangsung tidak seimbang, liberalisasi perdagangan
    akan menciptakan malapetaka ekonomi
    bagi negara-negara berkembang. Malapetaka
    ekonomi yang dikhawatirkan itu dapat
    saja terjadi, terutama karena kebanyakan negara
    berkembang saat ini belum siap menghadapi
    persaingan global. Perhatian pemerintah
    Negara-negara berkembang saat ini masih
    banyak tersedot ke berbagai persoalan dan kesulitan
    domestik. Kendatipun terdapat kekhawatiran
    bahwa liberalisasi perdagangan kurang
    lebih merupakan bentuk imperialisme baru
    (neoimperialism), dalam arti bahwa keterlibatan
    negara-negara sedang berkembang dalam
    aktivitas perdagangan bebas mengandung resiko
    yang sangat besar, namun keharusan ikutserta
    dalam dunia ekonomi global dan perdagangan
    bebas merupakan sesuatu yang tidak
    mungkin dihindarkan tanpa resiko terkucilkan
    dalam percaturan kehidupan dunia. Sedangkan
    Negara-negara maju dapat memaksakan pendapatnya
    yang merugikan negara-negara berkembang,
    sehingga muncul penilaian bahwa liberalisasi
    perdagangan tidak lebih merupakan
    bentuk penjajahan baru Negara-negara utara
    atas negara-negara selatan. 9
    Fenomena kebangkrutan perusahaan besar
    di Amerika Serikat membuktikan bahwa mereka
    hanya mengejar keuntungan dengan meng-
    9 Dochak Latief, Perekonomian Indonesia Di Tengah
    Liberalisasi Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi
    Asia-Pasifik Abad-21, dalam Khudzaifah Dimyati & Kelik
    Wardiono ed., 2004, Problema Globalisasi Perspektif
    Sosiologi Hukum, Ekonomi dan Agama, Surakarta:
    Muhammadiyah University Pers, hlm. 166. Lihat juga
    Taryana Soenandar, “Perdagangan Bebas dan Harmonisasi
    Hukum: Kajian atas Doktron “Lex Mercatoria”,
    Jurnal Keadilan Vol. 1 No. 5 November-Desember 2001,
    hlm. 1-4.
    halalkan segala cara. Kasus Enron dan Arthur
    Andersen, memanipulasi akuntansi laporan keuangan
    untuk meningkatkan keuntungan, ternyata
    berdampak pada kehancuran raksasa
    tersebut.
    Krisis ekonomi kapitalis telah terjadi berulangkali.
    Dari Rusia sampai ke Venezuela dalam
    kurun waktu 50 tahun terakhir ini, menyebabkan
    penderitaan ekonomi, pendapatan menurun,
    kelaparan, kerusuhan, dan meningkatnya
    kriminalitas. Bila diperhatikan visi ekonomi
    kapitalis ternyata lebih mengutamakan pemilik
    modal, memperlakukannya sebagai motor penggerak,
    inisiator, leader dan otomatis akan
    menjadi penerima berkah. Di sisi lain, pekerja
    dan profesional sebegai pelengkap penderita
    saja. Kapitalisme mengabaikan aspek transendental,
    moral dan ketuhanan. Dasar filosofi
    rasionalisme sekuler inilah yang menyebabkan
    ketidakseimbangan yang berdampak pada kerusakan
    alam, kemiskinan, kerusuhan sosial,
    hingga menimbulkan berbagai krisis berkelanjutan.
    10
    Fondasi Kapitalisme adalah monetary based
    economy bukan real based economy, sehingga
    rente ekonomi yang diperoleh bukan
    berdasarkan hasil investasi produktif, namun
    dari investasi spekulatif. Kenyataan bahwa
    uang yang beredar melalui transaksi di Wall
    Street adalah US$ 3 triliun/hari, dimana 90%
    kegiatannya spekulatif tanpa kontribusi dalam
    perluasan lapangan kerja dan rakyat kecil.
    Sehingga uang sebesar itu tidak menyentuh
    pada rakyat kecil.
    Ekonomi kapitalis tidak pro-UMKM. Perusahaan
    kecil tetap saja kecil sesuai hukum Deminishing
    Marginal Return. Perusahaan-perusahaan
    besar yang mempengaruhi perekonomian
    dunia antara lain Protecter & Gamble, Ford
    General Motors (GM), Westing House & General
    Electric (GE) serta Siemens & AEG. Dari 200
    Multi National Corporation menguasai 25% pasar
    dunia, namun hanya menyerap 1% tenaga kerja.
    Presiden George Bush pada Maret 2008
    mengakui kelemahan sistem kapitalis dan se-
    10 Conrad Hendrarto, 2008, ”Ambruknya Kapitalis dan
    Saat Bangkitnya Ekonomi Syariah, hlm. 1-2.
    Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi 79
    tuju mengatur kembali semua lembaga keuangan.
    Pada pertemuan G-8 tahun 2008, di Davos-
    Swiss, George Soros menegaskan gejolak pasar
    keuangan global tidak bisa diatasi dengan penurunan
    suku bunga atau penyuntikan dana.
    Banyaknya kepalsuan dalam laporan keuangan,
    dan maraknya praktek-praktek penipuan menyebabkan
    lembaga keuangan global terjerambab
    dalam kebangkrutan massal. Kondisi keuangan
    tersebut menunjukan bahwa sistem
    yang berjalan tidak Islami. Namun yang menjadi
    pertanyaan saat ini, walaupun Bush menyetujui
    perubahan sistem ekonomi dunia, dan
    Soros menyarankan pengaturan pasar uang
    ketat dan mengurangi kucuran kredit ke sektor
    spekulatif, apakah mereka melihat potensi
    ekonomi syariah? Inilah tantangan nyata bagi
    ekonomi syariah untuk membuktikan bahwa
    Islam itu rahmatan lil ’alamin.
    Sejarah pergerakan ekonomi Islam di
    Indonesia sebenarnya telah berlangsung sejak
    tahun 1911, yaitu sejak berdirinya organisasi
    Syarikat Dagang Islam yang dibidani oleh para
    entrepreneur dan para tokoh Muslim saat itu.
    Bahkan jika kita menarik sejarah jauh ke
    belakang, jauh sebelum tahun 1911, peran dan
    kiprah para santri (umat Islam) dalam dunia
    perdagangan cukup besar. Banyak penelitian
    para ahli sejarah dan antropologi yang membuktilan
    fakta tersebut.
    Clifford Geertz, antropolog AS terkemuka,
    menyatakan bahwa di Jawa, para santri
    reformis mempunyai profesi sebagai pedagang
    atau wirausahawan dengan etos entrepreneurship
    yang tinggi. Sementara dalam buku “The
    Religion of Java” (1960), Geertz menulis, Pengusaha
    santri (muslim) adalah mereka yang
    dipengaruhi oleh etos kerja Islam yang hidup di
    lingkungan di mana mereka bekerja. Fakta ini
    merupakan hasil studi, Clifford Geertz, dalam
    upaya untuk menyelidiki siapa di kalangan muslim
    yang memiliki etos entrepreneurship seperti
    “Etik Protestantisme”, sebagaimana yang
    dimaksud oleh Max Weber. Geertz menemukan,
    bahwa etos itu ada pada kaum santri yang
    ternyata pada umumnya memiliki etos kerja
    dan etos kewiraswastaan yang lebih tinggi dari
    kaum abangan yang dipengaruhi oleh elemenelemen
    ajaran Hindu dan Budha.
    Perkembangan bank syariah mulai terasa
    sejak dilakukan amandemen terhadap UU No.
    7/1992 menjadi UU No. 10/1998 yang memberikan
    landasan operasi yang lebih jelas bagi bank
    syariah. Sebagai tindak lanjut UU tersebut,
    Bank Indonesia (BI) mulai memberikan perhatian
    lebih serius terhadap pengembangan perbankan
    syariah, yaitu membentuk satuan kerja
    khusus pada April 1999. Satuan kerja khusus ini
    menangani penelitian dan pengembangan bank
    syariah (Tim Penelitian dan Pengembangan
    Bank Syariah dibawah Direktorat Penelitian dan
    Pengaturan Perbankan) yang menjadi cikal
    bakal bagi Biro Perbankan Syariah yang dibentuk
    pada 31 Mei 2001, dan sekarang resmi
    menjadi Direktorat Perbankan Syariah Bank
    Indonesia sejak Agustus 2003.
    Semakin banyakya jumlah bank syariah,
    struktur pasar syariah pun berubah dari monopoli
    menjadi oligopoli, yang menyebabkan
    semakin tingginya tingkat persaingan diantara
    bank syariah. Sehingga, agar mampu bersaing
    dengan bank konvensional, bank inipun mengubah
    strateginya. Sampai dengan Desember
    2003,pemain dalam industri perbankan syariah
    terdiri dari 2 bank umum syariah (BUS) dan 8
    unit usaha syariah (UUS) dari bank umum
    konvensional (BUK) yang seluruhnya memiliki
    jaringan kantor berjumlah 119 KCS (Kantor
    Cabang Syariah), serta 84 BPRS (Bank Perkreditan
    Rakyat Syariah). Peningkatan jumlah
    pemain dalam industri perbankan syariah
    terlihat cukup pesat bila dibandingkan keadaan
    akhir tahun 1998 yang hanya berjumlah 1 BUS
    dengan 8 KCS dan 78 BPRS.
    Minat investor untuk membuka kantor
    bank syariah tidak hanya terbatas di pulau Jawa
    tetapi juga telah menyebar ke pulau lainnya,
    antara lain: Sumatera (Banda Aceh,Medan,
    Padang, Palembang dan Pekanbaru); Kalimantan
    (Balikpapan dan Banjarmasin); Sulawesi
    (Makasar); Madura (Pamekasan); dan Irian Jaya
    (Jayapura).
    Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa
    berat sekali kalau negara-negara berkembang
    seperti Indonesia harus menghadapi globalisasi
    80 Jurnal Dinamika Hukum
    Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
    kapitalisme dengan cara melawannya. Sejalan
    dengan perkembangan ekonomi dunia yang
    telah berlangsung sejak lama, pembagian kerja
    di dunia sudah berubah dan bangsa-bangsa di
    dunia harus pandai-pandai meninjau kembali
    siasat yang dipilihnya dalam rangka perubahan
    tersebut.11 Berdasarkan uraian latar belakang
    tersebut, penulis akan membahas mengenai
    tantangan ekonomi syariah dalam menghadapi
    masa depan indonesia di era globalisasi.
    Pembahasan
    Kepercayaan masyarakat merupakan jiwa
    industry perbankan.12 Perkembangan ekonomi
    syariah, terlihat dalam proses pertumbuhan
    perbankan syariah dari tahun ke tahun, walau
    pun pertumbuhan Bank Syariah agak melambat
    pada tahun 2005, tetapi lihak Bank Indonesia
    dan juga para stakeholder yang terlibat dalam
    pengembangan ekonomi dan perbankan Syariah
    masih mempunyai keyakinan bahwa Bank Syariah
    akan terus berkembang pada tahun 2006
    dan tahun-tahun selanjutnya seiring berkembangnya
    aplikasi-aplikasi ekonomi berbasiskan
    prinsip-prinsip Syariah di Indonesia.
    Pada hakikatnya globalisasi merupakan
    sarana terbaik bagi umat Islam untuk memperkenalkan
    budaya dan ajaran Islam ke seluruh
    penjuru dunia. Seperti yang telah tercantum
    dalam Al Quran bahwa tidak ada
    pemaksaan dalam agama, umat Islam dapat
    menawarkan budaya, ideologi, dan gaya hidup
    Islami, kepada dunia dengan menampilkan
    keteladanan Rasulullah dan para nabi lainnya.
    Tauhid, kesederhanaan, kejujuran, dan etika,
    merupakan di antara hikmah Islami yang saat
    ini dinanti umat manusia modern. Peluang
    inilah yang harus dimanfaatkan dengan baik
    oleh umat Islam dalam mewujudkan kehidupan
    dan masyarakat yang diridhoi oleh Allah.
    11 Satjipto Rahardjo, Pembangunan Hukum di Indonesia
    Dalam Konteks Situasi Global, dalam Khudzaifah Dimyati
    & Kelik Wardiono ed., 2004, Problema Globalisasi
    Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi dan Agama,
    Surakarta: Muhammadiyah University Pers, hlm. 12.
    12 Zulkarnain Sitompul, ”Analisis Hukum Kewenangan
    Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Pembubaran Dan
    Likuidasi Perseroan Terbatas,” Jurnal Hukum Bisnis,
    Volume 28-No.3-Tahun 2009, hlm. 36.
    Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi
    Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi
    Ekonomi syariah berpotensi menggantikan
    posisi ekonomi konvensional, namun dalam
    penerapannya banyak kendala dan tantangan
    yang dihadapi antara lain masih diberlakukannya
    pajak ganda di perbankan syariah; belum
    siapnya dukungan SDM ekonomi syariah; tidak
    ada kurikulum ekonomi syariah di sekolah
    umum, sehingga pemahaman, kesadaran serta
    kepedulian masyarakat rendah; persepsi negatif
    sekelompok muslim dan non-muslim yang takut
    mengaplikasikan hukum syariah secara kafah;
    belum kuatnya dukungan parpol Islam untuk
    menerapkan ekonomi syariah; meningkatnya
    apresiasi masyarakat dan kegairahan memperluas
    pasar ekonomi syariah belum diikuti dengan
    edukasi yang memadai;
    Menurut identifikasi Bank Indonesia, yang
    disampaikan pada Seminar Akhir Tahun Perbankan
    Syariah 2005, kendala-kendala perkembangan
    Bank Syariah di samping imbas kondisi
    makro ekonomi, juga dipengaruhi oleh hal-hal
    sebagai berikut. Pertama, jaringan kantor pelayanan
    dan keuangan Syariah masih relatif
    terbatas; kedua, sumber daya manusia yang
    kompeten dan professional masih belum optimal;
    ketiga, pemahaman masyarakat terhadap
    Bank Syariah sudah cukup baik, namun
    minat untuk menggunakannya masih kurang;
    keempat, sinkronisasi kebijakan dengan institusi
    pemerintah lainnya berkaitan dengan transaksi
    keuangan, seperti kebijakan pajak dan
    aspek legal belum maksimal; kelima, rezim suku
    bunga tinggi pada tahun 2005; dan keenam,
    fungsi sosial Bank Syariah dalam memfasilitasi
    keterkaitan antara voluntary sector dengan
    pemberdayaan ekonomi marginal masih belum
    optimal.
    Untuk mengantisipasi kendala jaringan
    kantor pelayanan Bank Syariah, pihak BI yelah
    membuat regulasi tentang kemungkinan pembukaan
    layanan Syariah pada counter-counter
    Unit Kovensional Bank-Bank yang telah mempunyai
    Unit Usaha Syariah melalui PBI No.8/3/
    PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006. Dengan demikian,
    diharapkan masalah jaringan pelayanan
    Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi 81
    dan keuangan Syariah dapat diatasi karena
    masyarakat dapat dilayani dimana saja saat
    membutuhkan transaksi Bank Syariah.
    Bank Indonesia dan para stakeholder yang
    terlibat lainnya yakin bahwa pengembangan
    Bank Syariah dianggap masih mempunyai prospek
    yang tinggi, jika kendala jaringan dapat
    diatasi. Hal tersebut diyakini karena peluang
    yang besar dan dapat dilihat dari hal-hal sebagai
    berikut. Pertama, respon masyarakat
    yang antusias dalam melakukan aktivitas ekonomi
    dengan menggunakan prinsip-prinsip
    Syariah; kedua, kecenderungan yang positif di
    sektor non-keuangan/ ekonomi, seperti sistem
    pendidikan, hukum dan lain sebagainya yang
    menunjang pengembangan ekonomi Syariah
    nasional; ketiga, pengembangan instrumen
    keuangan Syariah yang diharapkan akan semakin
    menarik investor/ pelaku bisnis masuk
    dan membesarkan industri Perbankan Syariah
    Nasional; dan keempat, potensi investasi dari
    negara-negara Timur Tengah dalam industri
    Perbankan Syariah Nasional.
    Berkaitan dengan tantangan ekonomi syariah
    yang harus di hadapi oleh bangsa Indonesia
    untuk menuju kemajuan ekonomi syariah
    adalah sistem kapitalis khususnya, terlanjur
    mendominasi sistem perekonomian di dunia
    bahkan banyak Negara yang notabene berpenduduk
    Islam cenderung menggunakan sistem
    kapitalis walaupun dalam penerapannya terdapat
    modifikasi; secara ekonomi dan politik
    tidak Negara Islam yang di pandang kuat sehingga
    sulit untuk membuktikan bahwa sistem
    perekonomian Islam lebih unggul daripada kapitalis
    dan sosialis; dan di antara para ahli sendiri
    masih silang pendapat tentang pengertian
    Sistem Perekonomian Islam.13
    Hal-hal yang perlu diperhatikan ekonomi
    syariah dalam menghadapi masa depan Indonesia
    di Era Globalisasi, diantaranya adalah
    sebagai berikut. Pertama, penguasaan teknologi.
    Menurut sebagian ekonom perkembangan
    teknologi merupakan bagian yang paling penting
    dari determinan-determinan suatu pembangunan
    ekonomi.
    13 Muhammad, 2004, Ekonomi Mikro dalam Perpektif
    Islam, Yogyakarta: BPFE,hlm. 6-7.
    Lebih jauh lagi Schumpter mengatakan
    bahwa “Economic Growth does not follow a
    gradual, historical and continuous process; it
    occurs by discontinuous spurts in dynamic
    world. This dynamism and discontinuous
    process is facilitated by innovation leading to
    technological change.”14
    Islam menganjurkan adanya Inovasi dan
    perkembangan teknologi. Hanya saja Islam lebih
    menekankan Appropritate Technology bukan
    sophisticated technology. Suatu hal yang
    kurang dipahami oleh kebanyakan Negara
    muslim sehingga mereka banyak dirugikan oleh
    teknologi bukan mengambil kemanfaatan
    darinya.
    Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
    konsep technological change dari sudut
    pandang Islam, yaitu (a) Rasulullah SAW perbah
    bersabda, ”barangsiapa melakukan suatu inovasi
    sehingga menemukan sesuatu yang baik
    maka baginya pahala dan orang yang mengambil
    manfaat darinya”; (b) Islam menyeru
    untuk melakukan eksplorasi dari apa yang ada
    di langit dan di bumi untuk kepentingan manusia.
    Dalam Qur’an terdapat tanda-tanda (S. Al-
    Jaatsiyah (25) : 13, ”dan dia menundukkan untukmu
    apa yang ada dilangit dan apa yang ada
    di bumi semuanya, (sebagai rahmat ) dari-Nya.
    Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar
    terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
    bagi kaum yang berpikir”; dan (c) Islam memberikan
    proteksi dalam setiap inovasi yang
    diniati untuk kebaikan. Hal ini sesuai dengan
    semangat hadis: “Barang siapa berijtihat dan
    benar, maka baginya dua pahala, dan apabila
    ijtihadnya salah, maka ia mendapat satu
    pahala.”15
    Kedua, pengembangan UKM yang berbasis
    syariah. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam
    ajaran Islam adalah ajaran yang sangat
    memperhatikan kepentingan kaum lemah. Dalam
    QS 59 ayat 7 Allah SWT melarang berputarnya
    harta (modal) hanya dikalangan orangorang
    kaya saja. Berdasarkan ayat ini, maka
    14 Schumpte, 1972, A. J. The History of Economic Analysis,
    London: Geoerge Allen And Unwin.
    15 Ahmad Izzan,2006,Referensi Ekonom Syariah Ayat-Ayat
    Al-quran yang berdimensi Ekonomi, Bandung: PT Remaja
    Rosdakarya
    82 Jurnal Dinamika Hukum
    Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
    kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya
    aktivitas perekonomian hendaknya melibatkan
    partisipasi aktif dari kelompok masyarakat
    kelas menengah kebawah, yang notabene mereka
    adalah mayoritas di suatu negara. Tidak
    hanya didominasi kelompok-kelompok elite
    saja.
    Pengembangan UKM sebagai institusi yang
    mampu mengaktifkan partisipasi masyarakat
    harus mendapat perhatian kita semua. Jika kita
    melihat kenyataan, maka pada umumnya negara-
    negara muslim di dunia saat ini berada
    dalam kategori negara berkembang, dimana
    mereka memiliki surplus jumlah tenaga kerja,
    kekurangan modal dan alat tukar perdagangan
    luar negeri, serta minimnya infrastuktur pendidikan
    dalam pengembangan teknologi. Dengan
    kondisi tersebut, maka pilihan untuk
    mengembangkan usaha kecil dan menengah
    (UKM) merupakan pilihan yang sangat tepat
    dalam rangka mereduksi pengangguran dan
    menyerap angkatan kerja yang ada dengan
    membuka lapangan pekerjaan baru. Bahkan
    menurut Imam Hasan al-Bana, dalam diskusinya
    tentang reformasi ekonomi dalam ajaran Islam,
    usaha kecil dan menengah ini akan mampu
    membantu menyediakan lapangan kerja produktif
    bagi keluarga miskin, dan kemudian akan
    meminimalisir tingkat kemiskinan yang ada.
    Muhammad Yunus pun menegaskan bahwa
    upah pekerjaan bukanlah jalan bahagia dalam
    mereduksi kemiskinan, tetapi mengembangkan
    usaha sendiri lebih memiliki potensi
    untuk mengembangkan basis aset seseorang.
    Fakta juga membuktikan bahwa strategi industrialisasi
    dalam skala besar ternyata belum
    mampu menyelesaikan problematika pengangguran
    dan kemiskinan secara global. Bahkan
    dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Michigan
    State University, Amerika Serikat, di
    sejumlah negara, ternyata ditegaskan bahwa
    UKM telah memberikan kontribusi nyata yang
    sangat berharga didalam menciptakan lapangan
    pekerjaan dan meningkatkan pendapatan.
    Di samping itu, UKM ini pun mampu mengembangkan
    eksport dan mengoptimalkan SDM
    yang ada, walaupun dengan akses kredit yang
    sangat minim baik dari pemerintah maupun
    perbankan. Dalam studi tersebut, juga disimpulkan
    bahwa UKM ini telah secara konsisten
    mampu menghasilkan output per unit modal,
    lebih besar dengan dari apa yang telah dihasilkan
    oleh industri skala besar. UKM ini telah
    menjadi alat yang efektif didalam meningkatkan
    kontribusi sektor privat baik dalam pertumbuhan
    maupun pemerataan yang obyektif di
    negara-negara berkembang. Jika kita melihat
    pengalaman Jepang misalnya, maka salah satu
    kunci keberhasilan ekspor Jepang yang luar
    biasa tersebut adalah karena kemampuannya
    didalam membangun persaingan domestik di
    antara perusahaan-perusahaan yang memberikan
    sub kontrak pekerjaan mereka kepada
    industri UKM. Industri UKM di Jepang telah
    mampu menghasilkan 50 % dari total keseluruhan
    output industrinya, dan menyerap 75 %
    angkatan kerja Jepang. Begitu pula dengan
    bisnis retailnya, yang 75 persennya dikelola
    oleh usaha toko keluarga yang dilindungi oleh
    hukum.
    Di Jerman sendiri pun, kesadaran untuk
    mengembangkan usaha kecil menengah semakin
    besar, karena ternyata industri rumah
    tangga mampu memainkan peran signifikan
    dalam perekonomian Jerman. Tetapi jika kita
    melihat kondisi Indonesia, maka kita akan
    sangat miris melihat kenyataan bahwa UKM ini
    belum mendapatkan perhatian yang memadai
    dari pemerintah, padahal angka pengangguran
    kita sangat tinggi, yaitu 40 juta orang atau 18 %
    dari total keseluruhan jumlah penduduk.
    Strategi Pengembangan UKM
    UKM ini di negara-negara muslim termasuk
    Indonesia perlu didorong perkembangan.
    Tentunya membutuhkan perubahan yang sangat
    revolusioner dalam lingkungan sosial ekonomi.
    Pertama, harus ada perubahan gaya hidup dari
    ketergantungan terhadap produk impor menjadi
    kebiasaan mengkonsumsi produk domestik.
    Ini akan mendorong konsumsi produk dalam
    negeri yang akan menstimulasi berkembangnya
    industri dalam negeri.
    Kedua, harus ada perubahan sikap dan
    kebijakan dari pemerintah didalam memandang
    UKM, bahwa UKM ini harus mendapat dukungan
    Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi 83
    penuh. Ketiga, industri UKM ini harus mendapat
    dukungan dalam mendapatkan input produksi
    yang lebih baik, teknologi yang tepat guna,
    teknik pemasaran yang efektif, dan pelayanan
    lain yang memungkinkan mereka memiliki
    kemampuan bersaing dengan industri besar,
    baik persaingan harga maupun kualitas.16
    Keempat, UKM ini harus mampu meningkatkan
    skill dan kemampuannya. Tentu saja pemerintah
    harus menyediakan fasilitas training
    yang memadai dan institusi pendidikan yang
    berkualitas. Kelima, industri UKM ini harus
    diberi akses yang luas terhadap keuangan,
    dimana hal ini seringkali menjadi sumber
    masalah yang menghambat perkembangannya.
    Keenam, pemerintah harus mampu mengeliminasi
    berbagai hambatan yang akan merintangi
    perkembangan dan ekspansi industri UKM.
    Pencapaian tujuan untuk substitusi impor dan
    promosi ekspor tidak akan dapat direalisasikan
    melalui pengembangan UKM jika industri ini
    tidak dibantu untuk mampu mengembangkan
    efisiensi teknologi yang memungkinkan mereka
    untuk bersaing secara efektif. Karena itu adalah
    langkah yang tepat jika dikembangkannya
    teknologi tepat guna yang berbasis sumberdaya
    lokal. Hal ini sangat menguntungkan karena
    membutuhkan modal yang minimal, cocok
    diterapkan di negara-negara berkembang yang
    masih memiliki kelemahan dalam institusi pendidikannya,
    dan mampu melepaskan diri dari
    ketergantungan terhadap teknologi impor. Industri
    UKM ini pun harus didorong untuk dapat
    berkembang di daerah pedesaan dan kota-kota
    kecil. Hal ini akan mengurangi perbedaan dan
    ketimpangan pendapatan secara regional, mereduksi
    konsentrasi penduduk di daerah kotakota
    besar semata, meningkatkan pendapatan
    dan standar hidup, serta akan lebih memeratakan
    pendapatan dan kesejahteraan.
    Menjaga Keunggulan Ekonomi Islam (Islam sebagai
    Sistem Memiliki Aturan Sistem yang
    Berbeda dengan Sistem yang Lain)
    16 Lihat dan bandingkan dengan tulisan Syamsul Rizal,
    “Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Menurut
    Perundang-undangan tentang Usaha Kecil”, Majalah
    Hukum Vol. 8 No. 2 Agustus 2003 FH USU Medan, hlm.
    158-172.
    Islam didasarkan pada tiga prinsip pokok
    yaitu : tauhid, khilafah dan adalah (keadilan),
    yang jelas pula merupakan sumber utama dari
    maqasyid dan strategi ekonomi Islam. Batu
    fondasi percayaan Islam adalah Tauhid. Bahwa
    alam teralih dirancang dengan sadar dan
    diciptakan oleh Wujud Tertinggi, Yang Esa dan
    tidak ada yang menyamai-Nya, bukan terjadi
    secara kebetulan. Dia terlibat secara aktif dalam
    hukum-hukum Alam. Segala sesuatu yang
    diciptakannya mempunyai tujuan. Tujuan inilah
    yang menjadikan wujudnya Alam ini dimana
    manusia adalah bagian darinya, berarti penting.
    Dan manusia adalah khalifah Tuhan di
    bumi, dan telah diberkahi dengan semua kelengkapannya.
    Konsep khalifah ini memiliki sejumlah
    implikasi, atau akibat yang wajar, yatu:
    persaudaraan universal , sumber-sumber daya
    adalah amanat, gaya hidup sederhana dan kebebasan
    manusia.
    Islam, dalam hal Ádalah (keadilan) berpandangan
    bahwa tanpa disertai keadilan sosial
    ekonomi, persaudaraan ,yang merupakan satu
    bagian integral dari konsep tauhid dan khilafah,
    akan tetap menjadi sebuah konsep yang berlubang
    yang tidak memiliki substansi. Keadilan
    adalah sebuah ramuan sangat penting dari
    maqashid, sulit untuk dapat memahami sebuah
    masyarakat Muslim yang ideal tanpa adanya
    keadilan di situ. Islam benar-benar tegas dalam
    tujuannya untuk membasmi semua jejak kezaliman
    dan masyarakat manusia. Kezaliman
    adalah sebuah istilah menyeluruh yang mencakup
    semua bentuk ketidakadilan, eksploitasi,
    penindasan dan kemungkaran, dimana seseorang
    mencabut hak-hak orang lain atau tidak
    memenuhi kewajiban kepada mereka. Penegakan
    keadilann dan pembasmian semua bentuk
    ketidakadilan telah ditekankan oleh Al Qurán
    sebagai misi utama dari semua Nabi yang diutus
    Tuhan.
    Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan
    dan keadilan menuntut agar semua
    sumber daya yang tersedia bagi ummat manusia,
    amanat suci dari Tuhan digunakan untuk
    mewujudkan maqahid asy-Syariah, empat di
    antaranya cukup penting, yakni: pemenuhan
    kebutuhan, penghasilan yang diperoleh dari
    84 Jurnal Dinamika Hukum
    Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
    sumber yang baik, distribusi pendapatan dan
    kekayaan yang adil dan pertumbuhan dan stabilitas.
    Tidak seperti kapitalisme dan sosialisme,
    tujuan-tujuan islam adalah suatu hasil
    mutlak dn logis dari filsafat yang mendasarinya.
    Untuk masyarakat Muslim mewujudkan tujuantujuannya,
    diperlukan suatu strategi yang juga
    merupakan hasil logis dari filsafat yang mendasarinya.
    Strategi ini meliputi regorganisasi seluruh
    sistim ekonomi dengan empat unsur penting
    yang saling mendukung. Pertama, suatu mekanisme
    filter yang disepakati masyarakat, yaitu
    moral, dengan mengubah skala preferensi individu
    sesuai dengan tuntutan khilafah dan adalah;
    kedua, suatu sistim motivasi yang kuat
    untuk mendorong individu agar berbuat sebaikbaiknya
    bagi kepentingannya sendiri dan masyarakat,
    dengan dasar pertanggung jawaban
    kepada Tuhan dan Hari Akhir; ketiga, restrukturisasi
    seluruh ekonomi, dengan tujuan mewujudkan
    maqashid meskipun sumber-sumber
    yang ada itu langka, dengan dasar lingkungan
    sosial yang kondusif untuk menaati aturanaturan
    pengamatan dengan tidak mengizinkan
    pemilikan materi dan konsumsi yang mencolok
    sebagai sumber pretise; dan keempat, suatu
    peran pemerintah yang berorientasi tujuan
    yang positif dan kuat.
    Pihak nasabah dalam dunia perbankan
    merupakan unsur yang sangat berperan sekali,
    mati hidupnya dunia perbankan berstandar
    kepada kepercayaan dari pihak masyarakat
    atau nasabah.17 Dari segi internal perbankan
    syariah dengan sedikit mengutip dari hasil
    Islamic Financial Institutions Forum di Bahrain
    tahun 1998, beberapa faktor kunci sebagai persiapan
    perbankan syariah menuju abad mendatang
    agar dapat hadir pada perbankan modern
    dan memiliki daya saing yang handal.
    Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor
    penentu dalam membangun bank syariah yang
    solid dan profesional. Bank syariah memerlukan
    17 Syamsul Hoiri, ”Lembaga Medisasi Perbankan: Sejauh
    Mana Efektivitasnya?,” Jurnal hukum Bisnis Volume 28-
    No.2-Tahun 2009, hlm. 47.
    SDM yang memiliki dua sisi kemampuan yaitu
    ketrampilan pengelolaan operasional (profesionalism)
    dan pengetahuan syariah yang dilengkapi
    dengan akhlak dan integritas yang tinggi.
    Faktor kedua adalah kemampuan bank dalam
    menyediakan produk dan jasa bank yang dapat
    memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian
    akan berkaitan erat dengan kemampuan
    dalam pengembangan produk yang kompetitif
    dan melayani segmen nasabah potensial. Pengembangan
    produk bank akan berperan kuat
    SDM bank, institusi pengawas produk dan jasa
    bank yaitu dewan pengawas syariah dan dewan
    syariah nasional.
    Namun demikian keahlian dan pengetahuan
    SDM bank akan menjadi pemain utama yang
    menentukan. Faktor ketiga adalah pengembangan
    teknologi bank termasuk teknologi sistem
    informasi. Teknologi sistem informasi yang
    tepat guna akan menjadikan bank beroperasi
    lebih efisien. Di beberapa negara kaya minyak
    di timur tengah (Bahrain, Arab Saudi, Kuwait,
    Qatar, UAE) kecanggihan teknologi informasi
    bank syariah sangat menonjol, sehingga mampu
    menyediakan data dan pelayanan jasa kepada
    masyarakat melalui produk-produk bank yang
    modern seperti phone banking, smart card,
    financing/investment products, dan lain-lain.
    Faktor-faktor tersebut merupakan penentu keberhasilan
    yang bersifat mendasar, tentunya
    masih banyak faktor lain yang juga turut menentukan
    keberhasilan bank syariah dengan
    memperhatikan kondisi lingkungan bisnis, geografis,
    sektor industri yang potensil, serta heterogenitas
    budaya masyarakat di suatu daerah
    atau negara yang tentunya berbeda. Namun
    demikian kita semua patut bersyukur dengan
    perkembangan perbankan syariah yang mulai
    menunjukkan eksistensinya sebagai suatu sistem
    perbankan yang memiliki manfaat dalam
    perekonomian umat muslim khususnya serta
    bagi anggota masyarakat non-muslim lainnya
    sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia
    menjelang millenium baru, suatu tantangan
    pengembangan dan juga suatu harapan bagi
    kemajuan perekonomian.
    Ada 5 (lima) keunggulan Bank Syariah
    yang belum diketahui oleh banyak orang.
    Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi 85
    Pertama, fasilitas selengkap bank konvensional.
    Banyak orang yang berpikiran bahwa karena
    perbankan syariah masih baru, jenis transaksi
    yang dapat dilakukan hanya sedikit. Anggapan
    tersebut dulu mungkin bisa dimengerti, tapi
    sekarang sama sekali tidak benar. Bank Syariah
    saat ini sangat modern. Semua jenis transaksi
    mulai dari tabungan, deposito, kredit usaha,
    kredit rumah, kliring, dan sebagainya dapat
    dilakukan dengan nyaman.
    Mayoritas Bank Syariah terhubung dengan
    jaringan online ATM Bersama sehingga Anda
    dapat tarik tunai dan transfer realtime dari/ke
    bank lain dengan mudah. Beberapa Bank ada
    yang menggratiskan biaya untuk ini. Beberapa
    Bank Syariah yang memberikan layanan Internet
    Banking, SMS Banking, bahkan kartu kredit
    syariah sehingga lebih praktis.
    Kedua, manajemen finansial yang lebih
    aman. Tragedi finansial kredit subprime tahun
    2007 nyaris tidak menggoyahkan investasi yang
    berbasis syariah. Di saat banyak bank investasi
    dan bank-bank besar bangkrut maupun membutuhkan
    kucuran dana, banyak Bank Syariah
    baru yang justru bermunculan atau buka cabang.
    Krisis ekonomi justru telah memuktikan
    bahwa manajemen finansial berbasis syariah
    jauh lebih aman dibandingkan ekonomi liberal
    yang dianut bank konvensional.
    Ketiga, anda berkontribusi langsung
    memperkuat bank syariah anda. Bank konvensional
    menentukan sendiri suku bunga pinjaman
    maupun simpanan berdasarkan ketetapan Bank
    Indonesia. Ada kemungkinan meski kondisi bank
    kurang baik, tetap dapat “memberikan” bunga
    simpanan tinggi dan bunga kredit rendah. Hal
    ini dapat membahayakan bank tersebut. Bank
    Syariah memberikan nisbah (”bunga” simpanan)
    berdasarkan perkembangan finansial perusahaan.
    Secara tidak langsung Anda menjadi “pemegang
    saham” di Bank Syariah Anda. Setiap simpanan
    Anda akan memperkuat investasi bank.
    Setiap pinjaman Anda akan memperkuat keuntungan
    bank. Semakin usaha Anda berkembang,
    bank juga semakin berkembang karena kredit
    yang diberikan menggunakan skema bagi-hasil.
    Semakin maju bank, semakin banyak pula
    keuntungan bank yang dapat dibagikan sebagai
    nisbah kepada para nasabah.
    Keempat, membantu orang yang butuh
    dizakati. Bank Syariah mengeluarkan 2,5% dari
    keuntungan tahunannya untuk dizakatkan.
    (Anda sendiri tentunya masih harus berzakat
    bila Anda muslim.) Namun bank konvensional
    tidak mempunyai kewajiban berzakat. Dengan
    menggunakan layanan Bank Syariah, secara
    tidak langsung Anda turut berzakat dan membantu
    mereka yang membutuhkan.
    Kelima, satu langkah awal menuju halal.
    Transparansi informasi mengenai produk bank
    sangat diperlukan untuk memberikan kejelasan
    kepada nasabah mengenai manfaat dan risiko
    yang melekat pada produk tersebut. Selama ini
    nasabah bank khususnya nasabah kecil selalu
    saja berada di pihak yang dirugikan bila berhadapan
    dengan bank.18 Kredit yang diberikan
    oleh bank syariah mempunyai persyaratan yang
    bertujuan agar aktivitas yang berhubungan
    dengan bank syariah bersifat halal. Bisnis yang
    dibiayai bank syariah, sesuai ketentuan yang
    berlaku, juga membatasi kemungkinan terlibatnya
    kegiatan yang diharamkan oleh syariat
    Islam. Hal ini sama sekali tidak membatasi
    nasabah bank syariah harus muslim, justru
    agama apa pun boleh, asal halal pemakaiannya.
    Meskipun nasabah tersebut muslim, tapi jika
    pemakaian dana atau usaha yang dijalankannya
    tidak halal, maka dia tidak diperkenankan
    untuk mengambil kredit di Bank Syariah.
    Larangan Islam terhadap Mekanisme Ekonomi
    Berbasis Bunga
    Ada perbedaan pendapat dalam Islam
    bahwa setiap laba yang berlebih-lebihan dalam
    pertukaran barang atau uang ataupun penumpukan
    barang tanpa memperdulikan perbedaan
    baik dan buruknya adalah sama dengan riba,
    termasuk laba lebih yang didapat dari pertukaran
    emas dan perak sedang logam tersebut
    tetap serupa seperti semula juga merupakan
    riba. Dalam Islam, meskipun diakui adanya hak
    atas benda, tetapi di dalamnya terdapat hak-
    18 Zulkarnain Sitompul, ”Antisipasi Krisis Perbankan Jilid
    Dua: Sudah Siapkah Pranata Hukum Melindungi Nasabah
    dan Memperkuat Industri Perbankan?,” Jurnal Hukum
    Bisnis, Volume 28-No.1-Tahun 2009, hlm. 48.
    86 Jurnal Dinamika Hukum
    Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
    hak pihak lain seperti, kepentingan umum,
    orang miskin, yang pendistribusiannya melaui
    zakat infaq, dan sedekah. Penimbunan harta
    dengan mengabaikan orang miskin dan anak
    yatim tidak dapat diterima oleh Al-Qur’an. Pelarangan
    riba di dalam Al-Qura’an tidak terlepas
    dari prinsip-prinsip ini. Apabila diperhatikan
    lebih lanjut, maka penimbunan (penyimpanan)
    harta dalam bentuk emas dan perak
    tanpa tujuan tertentu merupakan kejahatan
    besar; “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat
    lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
    menghitung-hitungnya, dan mengira bahwa
    hartanya itu dapat mengekalkannya”.
    Adapun dampak yang disebabkan dari
    praktek riba dalam masyarakat adalah sebagai
    berikut. Pertama, dampak riba dari segi kognisi.
    Kelebihan manusia dengan makhluk lainnya
    di antaranya adalah ”Manusia memiliki kemampuan
    untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
    yang berpangkal dari kecerdasan otak
    atau intelektualitas yang disebut dengan kemampuan
    kognitif.”19 Dengan kemampuan kognitif
    ini, manusia dapat mengalami perubahan
    tingkah laku secara sadar dan cepat. Termasuk
    kemampuan mengadakan reaksi terhadap rangsangan
    dari luar. Oleh karena itu Islam menganjurkan
    agar kemampuan berfikir ini dibangun
    pada seseorang sesuai dengan fitrah manusia
    yang cenderung untuk menerima kebenaran Al-
    Qur’an dan aturan-aturan yang ada di dalam
    Islam. Bila kita lihat ayat-ayat Al-Qur’ân bahwa
    Allah telah meletakkan kaedah-kaedah dasar
    untuk berfikir ilmiyah, yaitu: ”Sebuah proses
    berfikir yang diawali dengan pengamatan,
    menghimpun data, menarik kesimpulan, dan
    terakhir memverivikasi (pemeriksaan tentang
    kebenaran laporan, pernyataan) kembali kebenaran
    kesimpulan yang telah diambil.”20
    Ada beberapa kesalahan di dalam berfikir
    bagi orang-orang yang cenderung untuk menghalalkan
    riba dan berhubungan dengan sistem
    ribawi. Kesalahan itu adalah sebagai berikut:
    berfikir yang menyimpang dari fitrah manusia-
    19 M. Arifin dan Aminuddin Rasyad, 1997, Materi Pokok
    Dasar-dasar Pendidikan, Cet. VI, Jakarta: Ditjen
    Binbaga Islam, hlm. 117.
    20 M. Usman Najati, 2003, Psikologi dalam Tinjauan
    Hadith Nabi, terj. Wawan Djunaedi Soffandi, Cet. I,
    Jakarta: Mustaqim, hlm. 184.
    wi, dan berfikir egoisme dan untuk keuntungan
    pribadi serta tidak mempedulikan kemeslahatan
    orang banyak.
    Abdul Mujib (dengan mengutip pendapat
    Ibnu Mansur dan Al-jurjany) dalam hal berfikir
    menyimpang dari fitrah manusia, menjelaskan
    bahwa ”Fitrah adalah kondisi konstitusi dan
    karakter yang dipersiapkan untuk menerima
    agama.”21 Dengan demikian orang yang tidak
    mengindahkan perintah agama berarti telah
    menyimpang dari fitrah manusiawi yang benar.
    Berfikir egoisme dan untuk keuntungan
    pribadi serta tidak mempedulikan kemeslahatan
    orang banyak. Berfikir taqlid dan mengekor
    pada sistem riba dari orang kafir dengan tidak
    melakukan verivikasi terlebih dahulu tentang
    kebenaran pendapat tersebut. Padahal Rasulullah
    mengingatkan umat manusia agar tidak
    mengikuti dan bertaqlid kepada pendapat
    orang lain dalam melakukan aktivitasnya
    sebagaimana taqlid orang buta yang tidak lagi
    bisa melihat dengan jelas.
    Kedua, dampak riba dari segi afeksi.
    Afeksi merupakan ”Hal-hal yang menyangkut
    dengan sesuatu yang berhubungan dengan sikap,
    perasaan, tata nilai, minat dan apresiasi”.
    22 Nilai-nilai afektif ini yang berpengaruh
    bagi seorang muslim dalam menata kehidupannya
    di dunia dan dalam berhubungan dengan
    masyarakat. Orang yang memiliki sikap (akhlak)
    yang baik di dalam masyarakat akan disegani
    dan dihormati.
    Orang yang telah terpengaruh dengan
    riba akan mengalami sikap dan emosional yang
    tidak stabil dalam hidupnya. Dari ketidakstabilan
    dalam hidup akan melahirkan sifat-sifat dan
    sikap-sikap yang tercela yang sangat dibenci
    dalam ajaran Islam. Sifat atau sikap tercela
    yang dapat merusak pribadi dan masyarakat
    akibat dari praktek riba adalah sombong; kikir;
    timbulnya sifat tamak; dan hilangnya rasa kasih
    sayang. Dalam hal ini A.M. Saefuddin mengutip
    pandangan Sayid Qutb menjelaskan: ”Perbuatan
    riba hanya akan merusak nurani akhlak dan
    perasaan tiap individu terhadap saudaranya
    21 Abdul Mujib, 2000, Fitrah dan Kepribadian Islam
    Sebuah Pendekatan Psikologis, Cet. I, Jakarta: Darul
    Falah, April, hlm. 34.
    22 M. Arifin dan Aminuddin Rasyad, op.cit, hlm. 118
    Tantangan Ekonomi Syariah dalam Menghadapi Masa Depan Indonesia di Era Globalisasi 87
    sejama’ah, dan merusak kehidupan sosial yang
    ditimbulkan oleh sifat loba, tamak, egois, curang
    dan spekulatif”.23
    Rasa kasih sayang merupakan ciri khas
    Rasulullah, para sahabat dan umat Islam secara
    keseluruhan. Terutama sekali kasih sayang sesama
    muslim itu sendiri. Rasa kasih sayang
    adalah ”Perasaan halus dan belas kasihan di dalam
    hati yang membawa kepada berbuat amal
    yang utama, memberi maaf dan berlaku ihsan”.
    24
    Ketiga, dampak riba dari segi perilaku.
    Dari sisi lain, pengaruh dari praktek riba akan
    melahirkan perilaku yang menyimpang dari
    aturan agama dan menyebabkan kerusakan individu
    dan sosial. Di antara perilaku yang menyimpang
    yang lahir dari praktek riba adalah
    berperilaku boros; terjadinya pemerasan orang
    kaya terhadap orang miskin; dan dampak riba
    dari segi persepsi.
    Akibat dari persesi yang seperti ini akan
    dapat merusak hubungan sesama manusia. A.M.
    Saifuddin dalam hal ini menegaskan bahwa
    sistem riba akan memperlebar jurang pemisah
    antara sesama manusia, dan mempercepat proses
    pemelaratan dan kesengsaraan hidup, baik
    secara individu, jama’ah, negara maupun bangsa,
    akan sistem yang berlaku bagi kemeslahatan
    segelintir manusia pelaku riba, dan berakibat
    negatif bagi orang banyak karena merusak
    moral, turunnya wibawa dan harga diri. Peredaran
    harta menjadi tidak merata, sementara
    pertumbuhan ekonomi terus berjalan menuju
    tujuan akhir, sebagaimana kita saksikan sekarang
    ini yaitu sentralisasi yang sangat dominan
    di bawah tangan segelintir manusia yang
    paling jahat dan paling tidak memeliki tanggung
    jawab moral dan tidak kenal haram dan
    halal.25
    Keempat, dampak riba dari segi rohani.
    Rasulullah mengajak para sahabatnya untuk
    senantiasa beriman kepada Allah, mendekatkan
    diri kepadanya, melakukan segala sesuatu yang
    diridhai Allah, meyakini keesaan Allah dan me-
    23 A.M. Saefuddin, 1987, Ekonomi dan Masyarakat Dalam
    Perspektif Islam, Cet. I, Jakarta: Rajawali, hlm. 240.
    24 M. Hasbi As-Siddiqiey,1977, Al-Islam, jilid I, Cet. V,
    Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 479.
    25 A.M. Saifuddin, op.cit , hlm. 233-234.
    minta pertolongan kepada Allah Akan tetapi
    sebaliknya bagi orang yang berdosa dan para
    pemakan riba akan sangat merugikan mereka
    sendiri dan mendapat siksa dari Allah baik di
    dunia maupun di akhirat. Adapun dampak riba
    bagi para pemakan riba dalam agama dan dari
    segi rohani adalah sebagai berikut: para
    pemakan riba tidak cenderung untuk membantu
    fakir miskin; dan riba merupakan perbuatan
    yang bathil dan mendapat siksa dari Allah.
    Penutup
    Simpulan
    Ada beberapa tantangan ekonomi syariah
    yang harus di hadapi oleh bangsa Indonesia
    untuk menuju kemajuan ekonomi syariah.
    Pertama, sistem kapitalis terlanjur mendominasi
    sistem perekonomian di dunia bahkan
    banyak Negara yang notabene berpenduduk
    Islam cenderung menggunakan sistem kapitalis
    walaupun dalam penerapannya terdapat modifikasi;
    kedua, sulitnya untuk membuktikan bahwa
    Sistem Perekonomian Islam lebih unggul
    daripada kapitalis dan sosialis , karena Negara
    Islam di pandang tidak kuat secara ekonomi
    dan politik; dan ketiga, pengertian Sistem Perekonomian
    Islam diantara para ahli sendiri
    masih silang pendapat;
    Ekonomi syariah dalam menghadapi masa
    depan indonesia di era globalisasi kiranya perlu
    menyiapkan diri dengan memperhatikan beberapa
    faktor, diantaranya adalah penguasaan
    teknologi; pengembangan ukm berbasis syariah;
    dan menjaga keunggulan ekonomi syariah,
    yaitu sistem ekonomi syariah, dan juga pelarangan
    riba.
    Daftar Pustaka
    As-Siddiqiey, M Hasbi. 1977. Al-Islam, jilid I.
    Cetakan. V. Jakarta: Bulan Bintang;
    Breeden, Richard C. ”The globalization of Law
    and Business in the 1990”. Wake Forest
    Law Review. vol. 28 No.3. 1993;
    Cavusgil, S Tamer. “Globalization of Markets
    and Its Impact on Domestic Institutions”.
    Global Legal Studies Journal. Vol 1.
    1993;
    88 Jurnal Dinamika Hukum
    Vol. 11 Edisi Khusus Februari 2011
    Chirot, Daniel. 1986. Social Change in The Modern
    Era. San Diego. New York: Harcourt
    Brace Jovanovich. Inc;
    Delors, Jaqnes. ”The Future of Free Trade in
    Europe and the World”. Fordham International
    Law Journal. Vol. 18 1995.;
    Dimyati, Khudzaifah & Kelik Wardiono (ed).
  2. Problema Globalisasi Perspektif
    Sosiologi Hukum, Ekonomi dan Agama.
    Surakarta: Muhammadiyah University
    Pers;
    Edward, Kwakwa. 2000. ”Regulating The International
    Economy, What Role For The
    State” dalam Michael Byers;
    Fasseur, C. 1986. ”The Cultivation Sistem and
    Its Impact on the Dutch Colonial Economy
    and the Indigenous Society in Nineteenth
    Century Java”. dalam Two Colonial
    Empires, ed, C.A, Bayly and DH.A.Kolf.
    Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers;
    Frank, Thomas N. “The New Development, Can
    American Law and Legal Institution Help
    Developing Countries?”. Wisconsin Law
    Review. 1989;
    Fukuyama, Francis. 2001. Kemenangan Kapitalisme
    dan Demokrasi Liberal (Diterjemahkan
    dari judul asli The End of History and
    The Last Man) Yogyakarta: Qalam;
    Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori
    Sosial Modern (Suatu analisis karya-karya
    Marx, Durkheim dan Max Weber). Jakara:
    UI Press;
    Hali, Damianus J. “Humanisme dan Peradaban
    Global”. Jurnal Hukum Pro Justitia Vol.
    26 No. 2. April 2008. Bandung: FH Unpar;
    Hendrarto, Conrad. 2008. ”Ambruknya Kapitalis
    dan Saat Bangkitnya Ekonomi Syariah;
    Hoiri, Syamsul. ”Lembaga Medisasi Perbankan:
    Sejauh Mana Efektivitasnya?”. Jurnal Hukum
    Bisnis. Vol. 28 No.2. Tahun 2009;
    Izzan, Ahmad. 2006. Referensi Ekonom Syariah
    Ayat-Ayat Al-quran yang berdimensi Ekonomi.
    Bandung: PT Remaja Rosdakarya;
    Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif
    Islam. Yogyakarta: BPFE;
    Mujib, Abdul. 2000. Fitrah dan Kepribadian Islam
    Sebuah Pendekatan Psikologis. Cetakan
    I. Jakarta: Darul Falah. April;
    Najati, M Usman. 2003. Psikologi dalam Tinjauan
    Hadith Nabi. terj. Wawan Djunaedi
    Soffandi. Cetakan I. Jakarta: Mustaqim;
    Neil, Robert Van. 1964. ”The Function of Land
    Rent Under the Cultivation Sistem in Java”.
    Journal of Asian Studies 23. London:
    Oxford University Press;
    Purba, Victor. “Peranan Hukum dalam Global
    Kompetisi pada Era Globalisasi”. Majalah
    Hukum Pro Justitia. Tahun 12 No. 2 April.
  3. Bandung: FH Unpar;
    R E Elson, 1984, Javanese Peasants and the Colonial
    Sugar Industri. London: Oxford
    University Press;
    Rahardjo, Satjipto. Pembangunan Hukum di Indonesia
    Dalam Konteks Situasi Global,
    dalam Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono
    (ed.), 2004, Problema Globalisasi
    Perspektif Sosiologi Hukum, Ekonomi dan
    Agama. Surakarta: Muhammadiyah University
    Pers, hlm. 12;
    Rasyad, Aminuddin dan M. Arifin. 1997. Materi
    Pokok Dasar-dasar Pendidikan. Cet. VI.
    Jakarta: Ditjen Binbaga Islam;
    Rizal, Syamsul. “Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan
    Menurut Perundang-undangan tentang
    Usaha Kecil”. Majalah Hukum. Vol.
    8 No. 2. Agustus 2003. Medan: FH USU;
    Rosita, Dian. 2010. ”Kedaulatan Negara dalam
    Pembentukan Hukum di Era Globalisasi”.
    Jakarta; | http:// http://www.leip.or.id/;
    Saefuddin, A M. 1987. Ekonomi dan Masyarakat
    Dalam Perspektif Islam. Cetakan I.
    Jakarta: Rajawali;
    Schumpte. 1972. A. J. The History of Economic
    Analysis. London: Geoerge Allen And
    Unwin;
    Sitompul, Zulkarnain. ”Analisis Hukum Kewenangan
    Lembaga Penjamin Simpanan Dalam
    Pembubaran Dan Likuidasi Perseroan Terbatas”.
    Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 28 No.
  4. Tahun 2009;
    Sitompul, Zulkarnain. ”Antisipasi Krisis Perbankan
    Jilid Dua: Sudah Siapkah Pranata Hukum
    Melindungi Nasabah dan Memperkuat
    Industri Perbankan?”. Jurnal Hukum Bisnis.
    Vol 28 No.1. Tahun 2009;
    Soenandar, Taryana. “Perdagangan Bebas dan
    Harmoni-sasi Hukum: Kajian atas Doktron
    “Lex Mercatoria”. Jurnal Keadilan Vol. 1
    No. 5 November-Desember 2001;
    Trubek, David M. “Max Weber on Law and The
    Rise of Capi-talisme”. Winconsin Law
    Review. Vol 3. 1992;
    Wright, HRC. 1961. East-Indian Economic Problem
    of the Age of Cornwallis & Raffles.
    London: Inzac and Company. Ltd.

Leave a comment