2 ARTIKEL TENTANG HUKUM EKONOMI SYARIAH

Mashudi
Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 83
KAPITALISME RUNTUH
EKONOMI SYARIAH BERKAH
(Napaktilas Constitutum Menuju Constituendum)
Mashudi, IAIN Walisongo Semarang
Abstract
Constitutum means discuss, evaluate and assess the role of the law that had been in force in
the community, whether in accordance with the needs of society or is precisely the opposite.
While constituendum interpreted efforts to create a progressive law, the law is deemed effective
welfare society.
To develop and promote Islamic banks are at least teen pillars that must be considered,
namely: improving service and professionalism, product innovation, human resources,
expansion of branch network, which supports the legislation, Shari’ah compliance,
continuous education, synergy, the results competitive, and reorientation to the real sector.
If the government carry out its role effectively, it will be a positive contribution to the
development of the community because of the need will be met, so they will be motivated
through the hard work of careful and efficient. However, if it is not done, then there is
destruction. The resources needed for the country’s interests, acquired through the tax system
fair and efficient. Similarly, if the world economy has been restless uneasy with capitalism
and socialism, then ekomoni sharia in Indonesia should seriously empowered to oversee the
welfare of the people.
Keyword: Ekonomi Islam, prinsip syari‟ah, kapitalisme
Pendahuluan
Secara definitif Ekonomi Islam ( الاقتصاد ) menurut literatur Arab adalah
: القصد 1 (ekonomis) berarti kelurusan cara, dan القصد (ekonomis) juga bermakna
adil/keseimbangan. Ekonomis dalam satu aktivitas merupakan lawan kata dari
pemborosan, yaitu sikap antara perilaku konsumtif dan penghematan yang
berlebihan. Sikap ekonomis berarti tidak terlalu boros dan juga tidak terlalu
kikir.
1 Ahmad Warson, Kamus al-Munawir.
Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
84 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
Adapun arti Islam, literatur Arab menyebutkan :2 Syari‟at Islam berarti
ketundukan untuk merealisasikan aturan serta kewajiban yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW. Ungkapan “seseorang adalah muslim” berarti seorang
yang berserah diri terhadap perintah Allah dan ikhlas karena-Nya dalam
beribadah.
Adapun secara istilah, para pakar Ekonomi Islam mendefinisikannya
secara beragam, antara lain : 1. Dr. Muhammad bin Abdullah al Arabi
mendefinisikan bahwa Ekonomi Islam adalah kumpulan prinsip-prinsip umum
tentang ekonomi yang kita ambil dari al-Qur‟an, sunnah, dan pondasi ekonomi
yang kita bangun atas dasar pokok-pokok itu dengan mempertimbangkan
kondisi lingkungan dan waktu.3 2. Dr. Muhammad Syauki al Fanjari
mendefinisikan bahwa Ekonomi Islam adalah segala sesuatu yang
mengendalikan dan mengatur aktivitas ekonomi sesuai dengan pokok-pokok
Islam dan politik ekonominya.4
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu
tentang hukum-hukum syari‟at aplikatif yang diambil dari dalil-dalilnya yang
terperinci tentang persoalan yang terkait dengan mencari, membelanjakan, dan
cara-cara mengembangkan harta. Dengan kata lain, secara otoritatif ilmu
hukum yang bersumber pada syari‟ah Islam adalah mandiri, bersifat aplikatif
atau „amaliyah, dengan petunjuk dalil secara langsung spesifik.
Islam adalah agama yang paling banyak mendorong umatnya untuk
menguasai perdagangan. Karena itu, Islam memberikan penghormatan yang
tinggi kepada para pedagang. Dalam Sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw,
menempatkan dan mensejajarkan para pedagang bersama para Nabi, Syuhada
dan Sholihin.5 Menurut Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah, bidang ini memiliki
kedudukan yang sangat vital dalam membangun peradaban Islam. Namun,
masalah perdagangan (bisnis) kurang mendapat tempat dalam gerakan
peradaban Islam. Padahal sektor ini sangat penting untuk diaktualisasikan
kaum muslimin menuju kejayaan Islam di masa depan. Tema perdagangan ini
2 Farid Wajdiy, Dairat al-Ma‟arif.
3 Ahmad Muhammad al-Asal dan Fathi Ahmad Karim, al-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam wa
Mabadiuhu wa Ahdafuhu, (Maktabah Wahbah, 1405 H), Cet. VII, hal. 15
4 Centre of Islam Economic Studies. King Abd al-„Aziz University, al-Iqtishad al-Islami
Buhuts Mukhtarah, Jeddah : International Conference 1th of Islam Economy, hal. 76
5 Simak Hadits yang diriwayatkan Iman at- Tarmizi.
Mashudi
Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 85
perlu diangkat ke permukaan mengingat kondisi obyektif kaum muslimin di
berbagai belahan dunia sangat tertinggal di bidang perdagangan. 6
Sementara itu, pembangunan nasional Indonesia untuk mencapai
terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi,
dikembangkan sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan,
kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip
syariah. Pembangunan nasional bertujuan terciptanya masyarakat adil dan
makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan sistem ekonomi
yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan
kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan realitas
menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan jasa-jasa
perbankan syariah semakin meningkat.
Dunia telah membuktikan sekaligus merasakan bahwa sistem ekonomi
kapitalisme dan sosialisme tak berdaya melawan badai krisis diberbagai sektor.
Lalu, bagaimanakah kondisi tersebut akankah membawa berkah bagi ekonomi
? Makalah sederhana ini hendak mengandai-andai bagi kemajuan ekonomi
syariah di Indonesia.
Karakteristik dan Regulasi Ekonomi Syariah
Sebagaimana dimaklumi bahwa aspek kehidupan bisnis dan transaksi
menurut Islam berasaskan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah yang
bersumber dari Al Quran dan Hadits serta dilengkapi dengan Al Ijma dan Al
Qiyas. Sistem perekonomian Islam, saat ini lebih dikenal dengan istilah Sistem
Ekonomi Syariah, yang pada prinsipnya bertujuan : 1) Kesejahteraan Ekonomi
dalam kerangka norma moral Islam.7 2) Membentuk masyarakat dengan
tatanan sosial yang solid, berdasarkan keadilan dan persaudaraan yang
universal.8 3) Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan
6 Agustianto, Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Mahasiswa Program
Doktor Ekonomi Islam UIN Jakarta, dalam salah satu beliau yang berjudul : Revitalisasi Perdagangan
Syariah.
7 Dasar pemikiran QS. Al-Baqarah ayat 2 & 168, Al-Maidah ayat 87-88, Al-Jumuah ayat 10.
8 Simak QS. Al-Hujuraat ayat 13, Al-Maidah ayat 8, Asy-Syuaraa ayat 183.
Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
86 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
merata.9 4) Menciptakan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan
sosial.10
Sistem ekonomi syariah mempunyai beberapa kelebihan yang tercermin
dalam beberapa karakteristik, antara lain :
a. Bersumber dari Tuhan dan Agama ( (رباني المصدروالتشزيع
Sumber awal ekonomi Islam11 berbeda dengan sumber sistem ekonomi
lainnya karena merupakan kewajiban dari Allah. Ekonomi Islam
dihasilkan dari agama Allah dan mengikat semua manusia tanpa
terkecuali. Sistem ini meliputi semua aspek universal dan partikular dari
kehidupan dalam satu bentuk. Dalam posisi sebagai pondasi, ekonomi
syariah12 tidak berubah. Yang berubah hanyalah cabang dan bagian
partikularnya, namun bukan dalam sisi pokok dan sifat universalnya.
9 Simak QS. Al-Anam ayat 165, An-Nahl ayat 71, Az-Zukhruf ayat 32.
10 Simak QS. Ar-Radu ayat 36, Luqman ayat 22.
11 Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perokonomian berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
12 Indikator kegiatan yang berperinsip syariah meliputi: 1. menghimpun dana dalam bentuk
Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
Akad wadi‟ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 2. menghimpun dana
dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 3.
menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 4. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad
murabahah, Akad salam, Akad istishna‟, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

  1. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
    Prinsip Syariah; 6. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
    Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad
    lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan
    Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8. melakukan usaha kartu
    debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; 9. membeli, menjual, atau menjamin
    atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
    Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau
    hawalah; 10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
    dan/atau Bank Indonesia; 11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
    perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; 12. melakukan
    Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah; 13.
    menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; 14.
    memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan
    Prinsip Syariah; 15. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; 16.
    memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan 17. melakukan
    kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak
    bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 87
    Aturan-aturan ekonomi syariah sangat mendalam dan meyakinkan.
    Aturan-aturan buatan manusia tidak mungkin dapat menyamai asas dan
    dasar pijak legalnya. Posisi ini juga melahirkan satu sistem ekonomi
    yang memiliki kelebihan berupa esensinya yang mandiri dibanding
    sistem ekonomi lainnya. Sistem ekonomi syariah mempunyai
    keunggulan sebagai sebuah sistem ekonomi yang dijamin dengan
    hukum-hukum agama yang diwujudkan dalam aturan halal dan haram.13
    Sementara sistem ekonomi lainnya, seperti kapitalis dan sosialis, tidak
    memiliki hukum dan landasan yang dapat mengarahkan individu dan
    masyarakat, sehingga sistem ini terminologi halal-haram tidak
    ditemukan. Oleh karena itu, sistem ini akan mengeksploitasi kegunaan,
    sumber daya dan kekayaan tanpa aturan dan batasan.
    b. Ekonomi Pertengahan dan Berimbang ( (اقتصاد الوسطية والتواسن
    Ekonomi Islam memadukan kepentingan pribadi dan kemaslahatan
    masyarakat dalam bentuk yang berimbang. Ekonomi Islam berposisi
    tengah antara aliran individualis (kapitalis) yang melihat bahwa hak
    kepemilikan individu bersifat absolut dan tidak boleh diintervensi oleh
    siapapun dan aliran sosial (komunis) yang menyatakan ketiadaan hak
    individu dan mengubahnya ke dalam kepemilikan bersama dengan
    menempatkannya di bawah dominasi negara. Di antara bukti sifat
    pertengahan dan keberimbangan ekonomi Islam antara lain posisi
    tengah yang diberikan kepada negara untuk melakukan intervensi
    bidang ekonomi. Aliran kapitalis tidak memberikan toleransi kepada
    negara untuk melakukan intervensi dalam aktivitas-aktivitas ekonomi,
    sementara aliran sosialis melihat perlunya dominasi negara untuk
    melakukan intervensi dalam aktivitas ini dengan tujuan untuk
    meniadakan kepemilikan pribadi. Islam memperkuat posisi individu dan
    haknya dalam kepemilikan yang tumbuh dari perasaan tanggung jawab
    sosial. Islam membangun relasi individu dengan masyarakat melalui
    gambaran keberimbangan kongkret, yang sumbernya di atas segala
    kekuasaan individu dan negara, yaitu otoritas kekuasaan aturan Tuhan.
    13 Yusuf Hamid al-„Alim, al-Nizham al-Siyasi wa al-Iqtishad al-Islami, (Beirut : Dar al-Qalam,
    1975), Cet. I, hal. 19
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    88 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    Aturan ini memberikan toleransi kepada individu untuk mengambil
    kendali kompetisi dan kebebasan dalam menciptakan aturan-aturan
    yang berguna, namun tetap dalam koridor kepentingan masyarakat dan
    hak universalnya. (Simak QS. Al-Baqarah : 143).
    c. Ekonomi Berkecukupan dan Berkeadilan ( (اقتصاد الكفاية والعدل
    Ekonomi Islam memiliki kelebihan dengan menjadikan manusia
    sebagai fokus perhatian. Manusia diposisikan sebagai pengganti Allah di
    bumi untuk memakmurkannya dan tidak hanya untuk mengeksplorasi
    kekayaan dan memanfaatkannya saja. Ekonomi ini ditujukan untuk
    memenuhi dan mencukupi kebutuhan manusia. Hal ini berbeda dengan
    ekonomi kapitalis dan sosialis dimana fokus perhatian adalah kekayaan.
    14 Islam telah mewajibkan negara untuk memberikan jaminan kepada
    semua anggota masyarakat yang berupa jaminan kebutuhan pokok bagi
    seluruh warga negara Islam. Kebutuhan ini telah ditentukan dalam
    firman Allah pada saat melakukan dialog primordial dengan Adam.
    (Simak QS. Thaha : 118-119)
    d. Ekonomi Pertumbuhan dan Barakah
    Ekonomi Islam memiliki kelebihan lain, yaitu beroperasi atas dasar
    pertumbuhan dan investasi harta dengan cara-cara legal, agar harta tidak
    berhenti dan rotasinya dalam kehidupan sebagai bagian dari mediasi
    jaminan kebutuhan-kebutuhan pokok bagi manusia. Islam memandang
    harta dapat dikembangkan hanya dengan bekerja. Hal itu hanya dapat
    terwujud dalam usaha keras untuk menumbuhkan dan memperluas
    unsur-unsur produksi demi terciptanya hasil yang lebih baik. Usaha itu
    dilakukan melalui perputaran modal di tengah masyarakat Islam dalam
    bentuk modal produksi sebagai kontribusi dalam aturan-aturan yang
    dikembangkan.
    Islam melarang secara keras praktek monopoli, penumpukan dan
    penghentian pengalokasian dan perputaran. Islam juga melarang
    dengan keras pengalokasian harta terhadap orang yang mengutamakan
    harta dengan kebodohan dalam mengolahnya. Allah memberikan
    14 Muhammad „Abd al-Mun‟am al-Jamal, Mausu‟at al-Iqtishad al-Islami, (Kairo : Dar Kitab
    al-Mishri, 1980), hal. 15
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 89
    julukan “orang yang mementingkan kemewahan” sebagai golongan
    berdosa. (Simak QS. Hud : 116)
    Dalam studi ekonomi Islam, diketahui bahwa ada pilar-pilar yang
    menjadi landasannya, yaitu : Pertama, Kepemilikan Ganda (kepemilikan
    khusus dan kepemilikan umum). Penggunaan keduanya dikategorikan sebagai
    pemilikan ganda. Ekonomi Islam dibangun di atas dua macam pemilikan itu
    secara bersamaan. Pada saat bersamaan, Islam menetapkan kepemilikan
    personal dan kepemilikan sosial serta ada bidang luas bagi keberlakuan dua
    jenis kepemilikan ini.
    Sementara karakteristik lain ekonomi Islam adalah penciptaan
    keseimbangan antara kepentingan personel dan kepentingan sosial. Dua
    kepentingan ini dikatakan seimbang selama tidak ada pertentangan antar
    keduanya, atau dimungkinkan adanya penggabungan antar keduanya. Jika
    terdapat kontradiksi antar kepentingan personal dengan kepentingan sosial dan
    terdapat kesulitan untuk menciptakan adanya keseimbangan atau
    penggabungan antar keduanya, maka Islam lebih memprioritaskan kepentingan
    sosial dibanding kepentingan personal.
    Dasar legal formal sikap ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan dari
    Ibnu Abbas ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda ;
    ولايبيع حاضز لباد )رواه الجماعة الاالتزمذى(
    “Pendudukan yang menetap tidak boleh menjual permadani kepada pengembara”.
    Sebagai gambaran, penduduk suatu daerah mempunyai kecenderungan
    untuk menjual barang kepada seseorang yang menawar lebih tinggi, walaupun
    kepada pendatang. Ia tidak mempertimbangkan kebutuhan penduduk lokal.
    Dalam kondisi sangat membutuhkan, praktek semacam ini dilarang karena
    mengabaikan kebutuhan warga sekitar dan mengingat kepentingan penduduk
    asli lebih utama.
    Dasar legal lainnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW sebagai
    tanggapan atas perkataan Jabir :
    لاتلقوا الزكبان
    “Jangan mencegat kafilah pedagang di tengah jalan”.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    90 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    Orang yang mencegat di tengah jalan mempunyai kecenderungan untuk
    membeli dengan harga lebih murah dan menjual kembali secara berlipat,
    sedangkan ia berposisi sebagai pribadi. Kondisi semacam ini dilarang agar
    sebagian besar kelompok masyarakat dapat mengambil manfaat dengan jalan
    membeli langsung dari pedagang dengan pertimbangan harga yang lebih
    murah.15
    Sebagian ahli fiqih memperbolehkan mengambil makanan secara paksa
    dari kelompok yang melakukan monopoli dan kemudian menjualnya kepada
    masyarakat.16 Di sinilah terlihat bagaimana Islam lebih mengutamakan
    kepentingan sosial dibanding kepentingan personal jika kepemilikan itu
    menyangkut kepentingan masyarakat secara luas.
    Kedua, Kebebasan Ekonomi yang Terikat. Limitasi kebebasan dalam
    ekonomi Islam dimaksudkan sebagai perwujudan aturan syari‟at dalam hal
    menggali dan menggunakan kekayaan. Sistem ini berbeda dengan sistem
    kapitalis yang memberikan kebebasan mutlak dan menciptakan individu
    dengan kebebasan tanpa batas dalam pencarian dan penggunaan kekayaan.
    Sistem ekonomi Islam juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang
    mensentralkan kepemilikan, sehingga manusia dilarang untuk berkreasi dalam
    kepemilikan. Aturan-aturan syari‟at sesungguhnya ingin mengarah kebebasan
    pada tiga hal :
    a. Hendaknya kegiatan ekonomi itu legal secara hukum dan sesuai dengan
    asas halal, haram, dan nilai-nilai moral. Batasan ini menghubungkan
    ekonomi Islam dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah sehingga
    semua perbuatan dan pekerjaan manusia selalu bernilai ibadah. Wilayah
    halal itu lebih luas dan lebih lapang karena pokok segala sesuatu dalam
    bidang muamalah adalah boleh, sedang wilayah haram itu sempit. Oleh
    karena itu, Islam tidak menentukan jenis pekerjaan yang diperbolehkan
    secara spesifik. Islam hanya menerangkan nash yang menerangkan jenis
    pekerjaan yang diharamkan. Pengharaman ini ditujukan untuk
    15 Ibnu Taymiyah, al-Hasbah fi al-Islam, (Riyadh : Percetakan Negara, t.th), hal. 79-60
    16 Ibid
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 91
    mencegah adanya kerusakan, kezhaliman, dan memelihara dari
    kemudlaratan.17
    b. Jaminan hak negara untuk melakukan intervensi demi menjaga dan
    memelihara kepentingan umum dengan memberikan hak untuk
    membatasi kebebasan-kebebasan personal dalam praktek kegiatan
    ekonomi yang tidak sesuai dengan tuntutan dan ajaran Islam.
    Pemerintah tertinggi menurut Islam mempunyai hak untuk ditaati
    selama masih berada dalam jalur syari‟at. (simak QS. Al-Nisa 59).
    Kaidah ushul yang mengatur hal ini adalah sabda Nabi Muhammad
    SAW : “Jangan melakukan perbuatan yang membahayakan diri dan yang
    membahayakan orang lain”.18
    c. Sebagai pendidikan bagi kaum muslim untuk mengutamakan
    kepentingan orang lain atas kepentingan pribadi. Seorang muslim harus
    menghentikan kegiatan yang mendatangkan keuntungan materi jika
    hanya akan juga mendatangkan kerugian bagi orang lain.
    Di bawah naungan Islam, manusia akan merasakan tumbuhnya
    solidaritas terhadap orang lain dan mengarahkan kebebasannya pada arah yang
    terkontrol secara baik tanpa ada perasaan bahwa ada hak yang terampas. Islam
    menjaga hak setiap orang. Dengan demikian, seorang muslim tidak akan
    merasakan kebebasan hakiki manakala berada dalam naungan selain nilai-nilai
    Islam, oleh karena dikenal dalam Islam dikenal limitasi kebebasan ekonomi : a)
    Pemilik hakiki segala sesuatu tidak lain adalah Allah SWT. Ia memiliki hak
    prerogatif untuk membatasi kegiatan penggalian dana yang dilakukan oleh
    manusia sesuai dengan tuntunan dan aturan yang ditetapkan-Nya. Hal ini
    dikarenakan Dia Maha Tahu hal-hal yang maslahat bagi manusia dan kondisikondisi
    terbaik bagi mereka. b) Tidak diperkenankan adanya satu keadaan yang
    membahayakan hak orang lain atau kepentingan publik. c) Adanya jaminan
    kepentingan kelompok lemah dari rivalitas dan persaingan dengan kelompok
    kuat sebagaimana tercermin dalam sasaran zakat, kewajiban memberikan
    nafkah bagi para kerabat, dan perhatian yang diberikan kepada golongan fakir
    17 Setiap larangan terhadap satu aktivitas tidak lain diarahkan agar perilaku itu sesuai dengan
    tujuan-tujuan Islam, ketinggian moral, dan kesucian jiwa, seperti riba‟, monopoli, manipulasi, penipuan
    dan setiap transaksi fiktif.
    18 Hadits Mursal diriwayatkan oleh malik dan Ahmad dari sahabat Ibnu „Abbas.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    92 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    dan kelompok-kelompok masyarakat yang kekurangan. d) Adanya kewajiban
    suatu kelompok untuk melaksanakan kewajiban publik yang telah dibebankan
    kepada mereka seperti pengadaan sarana pendidikan, rumah sakit, jalan umum
    dan fasilitas umum lainnya.
    Ketiga, Jaminan Sosial. Salah satu karakter kodrati adalah kenyataan
    yang menunjukkan bahwa masing-masing manusia memiliki perbedaan fisik,
    karakter jiwa, dan kemampuan intelektual. Mereka berbeda dalam kekuatan
    fisik dan susunan tulang tubuh yang dimiliki. Mereka juga berbeda dalam
    keteguhan hati, kekuatan untuk bersikap sabar dan keberanian jiwa. Batas
    kecerdasan, kepekaan reaksi terhadap kondisi sosial, dan karakter-karakter
    personal manusia lainnya juga dimiliki dalam kapasitas berbeda.
    Selama perbedaan ini masih tampak dalam potensi, bakat, karakter
    jasmani dan jiwa, maka hasil pekerjaan yang ditunjukkan oleh manusia tidak
    hadir dalam bentuk tunggal yang pada akhirnya mempengaruhi manusia dalam
    menghasilkan kekayaan. Untuk membantu orang yang tidak memungkinkan
    untuk menghasilkan kekayaan secara mandiri, maka Islam menggariskan
    adanya jaminan sosial dan keberimbangan antar anggota masyarakat sebagai
    bentuk penolakan adanya kesenjangan mencolok dalam level penghasilan.19
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    Ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami kerapuhan dan
    keruntuhan, maka peluang (chance) ekonomi syariah makin terbuka luas untuk
    berkembang dan menjadi solusi sistem perekonomian dunia. Gejala tersebut
    semakin menunjukkan realitanya ketika 75 negara di dunia telah
    mempraktekkan sistem ekonomi dan keuangan Islam, baik di Asia, Eropa,
    Amerika maupun Australia. Demikian pula dalam bidang akademis, beberapa
    universitas terkemuka di dunia sedang giat mengembangkan kajian akademis
    tentang ekonomi syariah. Harvard University merupakan universitas yang aktif
    mengembangkan forum dan kajian-kajian ekonomi syariah tersebut. Di Inggris
    setidaknya enam universitas mengembangakan kajian-kajian ekonomi syari‟ah.
    19 Centre of Islami Economic Studies, al-Iqtishad al-Islami, hal. 99
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 93
    Demikian pula di Australia oleh Mettwally dan beberapa negara Eropa seperti
    yang dilakukan Volker Ninhaus.
    Di Indoinesia, justru sebaliknya, masih banyak pakar ekonomi dari
    kaum muslimin yang masih memiliki paradigma sekuler sehingga belum
    tertarik kepada ekonomi Islam karena belum mempelajari dan belum mengerti
    tentang ekonomi Islam tersebut. Seandainya mereka secara jujur dan pikiran
    yang jernih mempelajarinya, niscaya mereka akan tertarik dan berdecak kagum
    melihat keunggulan ekonomi ilahiyah ini.
    Ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami keruntuhan, eksistensi
    ekonomi syariah yang baru tumbuh dalam tiga dekade terakhir, makin memiliki
    prospek yang positif dan cerah. Ekonomi Syari‟ah20 merupakan sistem
    ekonomi post-capitalist yang berperan sebagi solusi ekonomi dunia. Semoga para
    ilmuwan ekonomi Islam saat ini dapat mengisi peluang besar yang sangat
    strategis itu dengan ijtihad ekonomi yang lebih kreatif dan inovatif berdasarkan
    nilai-nilai syari‟ah untuk mewujudkan tata ekonomi dunia yang berkeadilan.
    Kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat manusia di muka
    bumi, maka isu kematian ilmu ekonomi semakin meluas di kalangan para
    cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku tentang The
    Death of Economics tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim Vadillo,
    Critovan Buarque, dsb.21
    Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994), sebagaimana
    dalam Agustianto, enuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi
    kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam
    membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme
    pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung
    pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu. Senada dengan buku
    Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari Scotlandia yang menulis buku, ”The
    20 Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang
    memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah.
    21 Agustianto, Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Dosen Ekonomi
    Syariah Pascasarjana PSTTI UI dalam Kematian Ilmu Ekonomi Kapitalisme dan Peluang Ekonomi Syariah.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    94 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    Ends of Economics” yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter
    kapitalisme. Kapitalisme justru telah melakukan ”perampokan” terhadap
    kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter fiat money yang
    sesungguhnya adalah riba.
    Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa teori
    ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi Barat
    (kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam,
    khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat melalui
    hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori ekonomi
    kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
    ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
    kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
    individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak mampu
    menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara
    negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya pelestarian
    sumber daya alam.
    Alasan-alasan inilah yang oleh Mahbub al-Haq (1970) dianggap sebagai
    dosa-dosa para perencana pembangunan kapitalis. Kesimpulan ini begitu jelas
    apabila pembahasan teori ekonomi dihubungkan dengan pembangunan di
    negara-negara berkembang. Sementara itu perkembangan terakhir
    menunjukkan bahwa kesenjangan antara negara-negara berpendapatan tinggi
    dan negara-negara berpendapatan rendah, tetap menjadi indikasi bahwa
    globalisasi belum menunjukkan kinerja yang menguntungkan bagi negara
    miskin. (The World Bank, 2002).
    Karena kegagalan kapitalisme itulah, maka sejak awal, Joseph
    Schumpeter meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia mempertanyakan,
    “Can Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme
    bertahan?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme dapat bertahan).
    Selanjutnya ia mengatakan, ”Capitalism would fade away with a resign shrug of the
    shoulders”, Kapitalisme akan pudar/mati dengan terhentinya tanggung jawabnya
    untuk kesejahteraan.22
    22 Simak Heilbroner dalam salah satu statemen di tahun 1992.
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 95
    Sejalan dengan pandangan para ekonom di atas, pakar ekonomi Fritjop
    Chapra mengungkapkan bahwa ekonomi konvensional (kapitalisme) yang
    berlandaskan sistem ribawi, memiliki kelemahan dan kekeliruan yang besar
    dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas ekonomi yang telah
    mengabaikan moral. Kelemahan itulah menyebabkan ekonomi (konvensional)
    tidak berhasil menciptakan keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi umat
    manusia.23 Yang terjadi justru sebaliknya, ketimpangan yang semakin tajam
    antara negara-negara dan masyarakat yang miskin dengan negara-negara dan
    masyarakat yang kaya, demikian pula antara sesama anggota masyarakat di
    dalam suatu negeri. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa untuk
    memperbaiki keadaan ini, tidak ada jalan lain kecuali mengubah paradigma dan
    visi, yaitu melakukan satu titik balik peradaban, dalam arti membangun dan
    mengembangkan sistem ekonomi yang memiliki nilai dan norma yang bisa
    dipertanggungjawabkan . 24
    Ekonomi Syariah : dari Constitutum menuju Constituendum
    Constitutum berarti memperbincangkan, mengevaluasi peran dan menilai
    perangkat hukum yang selama ini berlaku di masyarakat, apakah sesuai dengan
    kebutuhan masyarakat ataukah justeru sebaliknya. Sedangkan constituendum
    dimaknai upaya mewujudkan hukum yang progresif, hukum yang dipandang
    efektif menyejahterakan masyarakatnya.25
    Berbagai studi tentang hubungan hukum dan pembangunan ekonomi
    menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berhasil tanpa
    pembaharuan hukum. Memperkuat institusi-institusi hukum adalah “precondition
    23 Selanjutnya simak Fritjop Chapra dalam, The Turning Point, Science, Society and The Rising
    Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd Millenium, The Challenge and The Vision (1999),
    24 Selanjutnya simak titik balik peradaban versi Fritjop Chapra sangat sesuai dengan
    pemikiran Kuryid Ahmad ketika memberi pengantar buku Umar Chapra, ”The Future of Economics : An
    Islamic Perspective (2000), yang mengharuskan perubahan paradigma ekonomi. Hal yang sama juga
    ditulis oleh Amitai Etzioni dalam buku, ”The Moral Dimension : Toward a New Economics”(1988), yakni
    kebutuhan akan paradigm shift (pergeseran paradigma) dalam ekonomi. Sejalan dengan pandangan para
    ilmuwan di atas, Critovan Buarque, ekonom dari universitas Brazil dalam buknya, “The End of
    Economics” Ethics and the Disorder of Progress (1993), melontarkan sebuah gugatan terhadap paradigma
    ekonomi kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai etika dan sosial.
    25 Disarikan dari kuliah Prof. Satjipto Rahardjo dan Prof. Soetandjo Wignyjosoebroto pada
    Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Unidip Semarang.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    96 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    for economic change”, “crucial to the viability of new political system”, and “ an agent of
    social change”. Agar hukum dapat berperan dalam pembangunan ekonomi
    nasional maka hukum di Indonesia harus memenuhi lima kualitas, yaitu:
    kepastian (predictability), stabilitas (stability), keadilan (fairness), pendidikan
    (education), dan kemampuan SDM di bidang hukum (special abilities of the lawyer).
    Kebutuhan akan kepastian fungsi hukum besar sekali, khususnya bagi
    negara-negara dimana sebagian besar rakyatnya baru pertama kali memasuki
    hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang
    tradisional.Hukum harus dapat menjamin investasi asing, bagaimana
    penyelesaian yang adil dan jaminan hukum terhadap hasil yang mereka
    peroleh.
    Stabilitas adalah potensi hukum menyeimbangkan dan mengakomodasi
    nilai-nilai atau kepentingan-kepentingan yang saling bersaing dalam masyarakat
    sehingga akan berdampak timbulnya stabilitas. Oleh karena itu pemenuhan
    akan kebutuhan perundang-undangan yang mentranformasikan nilai-nilai
    syariah sebagai konsekuensi dari tumbuhnya kesadaran beragama dari
    masyarakat untuk melaksanakan ajaran agamanya menjadi faktor penting untuk
    diperhatikan sebagai bagian dari upaya pertumbuhan ekonomi.
    Keadilan (fairness) adalah bagaimana hukum menjamin adanya
    perlindungan, perlakuan yang sama dan adanya standar tingkah laku
    pemerintah untuk memelihara mekanisme pasar dan pencegahan ekses-ekses
    birokratis yang berlebihan. Ketiadaan standar keadilan merupakan masalah
    terbesar yang dihadapi negara-negara berkembang. Dalam kurun waktu yang
    lama, hal tersebut bisa menjadi penyebab utama hilangnya legitimasi
    pemerintah.
    Pendidikan berkaitan erat dengan pemberian tujuan, yaitu kemampuan
    hukum sebagai suatu kekuatan pembentuk kebiasaan-kebiasaan (habits) yang
    dapat memperkuat kebiasaan lama atau meciptakan respon baru dan kondisikondisi
    tertentu. Di Indonesia, hukum (undang-undang) belum dapat
    sepenuhnya berfungsi pendidikan, atau melakukan fungsi social change. Yang
    diharapkan di Indonesia adalah bagaimana hukum dapat mendisiplinkan
    masyarakat dan menciptakan lingkungan usaha yang sehat. Sedangkan SDI
    (sumber daya Insani) bermakna bahwa sarjana hukum, memainkan peranan
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 97
    yang penting untuk membawa perubahan kepada sistem norma-norma dan
    nilai-nilai baru dalam tiap tahap pembangunan. Maka dalam rangka
    mendorong pemulihan perekonomian dituntut adanya kemampuan khusus
    para sarjana hukum untuk m\enjalankan hukum tersebut.
    Oleh karena itu dibutuhakan political will karena kemunculan ekonomi
    syariah pada ranah politik hukum.26 Dari penjelasan tersebut, politik hukum
    adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk
    membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan
    negara. Politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses
    pencapaian tujuan negara. Politik hukum dapat dikatakan juga sebagai jawaban
    atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal
    kenegaraan guna mencapai tujuan negara.27 Kendatipun secara yuridis,
    penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar yang sangat
    kuat, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUD 1945.
    Itulah sebabnya menurut Jimly Asshiddiqie, Prinsip Ketuhanan Yang
    Maha Esa diwujudkan melalui prinsip hirarki norma dan elaborasi norma.
    Dalam konteks sistem hirarki norma, perlu dibedakan antara pengertian syariat
    dengan fiqh dan dengan qanun. Menurut logika sistem hirarki itu, maka dalam
    prinsip pertama, hukum suatu negara berisi norma-norma yang tidak boleh
    bertentangan dengan norma yang terkandung di dalam syariat agama-agama
    yang dianut oleh warga masyarakat. Sedangkan dalam prinsip yang kedua,
    norma-norma yang tercermin dalam rumusan-rumusan hukum negara,
    haruslah merupakan penjabaran atau elaborasi normatif ajaran-ajaran syari‟at
    agama yang diyakini oleh warga negara.28
    Perkembangan politik hukum ekonomi syariah diawali di bidang
    perbankan, yaitu dengan keluarnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang
    26 Menurut Moh.Mahfud MD, politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah
    dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia yang meliputi: pertama, pembangunan hukum
    yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan
    kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi-fungsi
    lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
    27 Simak Agustianto, Politik Hukum dalam Ekonomi Syariah, makalah lepas.
    28 Agus tianto, ibid.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    98 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    Perbankan29 yang kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 199830 tentang
    Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992. Eksistensi bank syariah
    semakin diperkuat kuat dengan adanya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
    Indonesia, yang menyatakan bahwa Bank Indonesia dapat menerapkan
    kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah.31 Kedua UU tersebut
    menjadi landasan hukum bagi perbankan nasional untuk menerapkan sistem
    perbankan ganda atau dual banking system.. Bahkan melalui PBI No.
    8/3/PBI/2006 telah dikeluarkan kabijakan office chanelling
    Perbankan syariah memiliki kekhususan dibandingkan dengan
    perbankan konvensional. Pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
    diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik
    sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu undang-undang tersendiri.
    Sementara itu, berdasarkan rekapitulasi hasil pengamatan secara makro
    Agustianto32 menuturkan bahwa perkembangan industri perbankan dan
    keuangan syariah dalam satu dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan
    yang sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal
    syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat
    Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah, Multi Level
    Marketing Syariah, dsb. Perkembangan perbankan menurut data Bank
    Indonesia mengalami kemajuan yang spektakuler. 33
    Untuk mengembangkan dan memajukan bank syariah setidaknya ada
    10 pilar yang harus diperhatikan, yakni : peningkatan pelayanan dan
    profesionalisme, inovasi produk, sumber daya insani, perluasan jaringan
    29 Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 itu bank syariah dipahami sebagai bank bagi hasil.
    Selebihnya bank syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional.
    30 Dengan diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7
    Tahun 1992 tentang Perbankan, landasan hukum bank syariah menjadi cukup jelas dan kuat, baik dari
    segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Dalam UU ini „prinsip syariah‟ secara definitif
    terakomodasi.
    31 Simak UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 1 angka 7 dan pasal 11).
    32 Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI
    Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Islam.
    33 Agustianto, Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Mahasiswa
    Program Doktor Ekonomi Islam UIN Jakarta, dalam salah satu beliau yang berjudul : 10 Pilar
    Pengembangan Bank Syariah.
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 99
    kantor, peraturan yang mendukung, syari‟ah compliance, edukasi yang
    kontinyu, sinergi, bagi hasil yang kompetitif, dan reorientasi ke sektor riil.
    Model Dinamika adalah sebuah rumusan yang terdiri dari delapan
    prinsip kebijaksanaan politik yang terkait dengan prinsip yang lain secara
    interdisipliner dalam membentuk kekuatan bersama dalam satu lingkaran
    sehingga awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat dibedakan, terdiri atas :
  2. Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi
    Syariah; 2. Syariah tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan; 3.
    Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat; 4.
    Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan; 5. Kekayaan tidak
    dapat diperoleh kecuali dari pembangunan; 6. Pembangunan tidak dapat
    dicapai kecuali melalui keadilan; 7. Keadilan merupakan standar yang akan
    dievaluasi Allah pada umat-Nya; 8. Pemerintah dibebankan dengan adanya
    tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.
    Ikhtitam
    Ajaran welfare state Islami, mengupayakan agar setiap orang mengikuti
    ajaran Syariah dalam urusan duniawi dan ukhrawi. Negara harus tetap
    mengawasi semua tingkah laku yang dapat membahayakan pembangunan
    sosial ekonomi seperti ketidakjujuran, penipuan, dan ketidakadilan sebagai
    prasyarat kualitas yang dibutuhkan untuk keharmonisan sosial dan
    pembangunan berdasarkan keadilan. Selain itu, negara harus menjamin
    pemenuhan hukum dan menghormati hak milik individu serta menanamkan
    kesadaran kepada seluruh lapisan masyarakat.
    Apabila pemerintah melaksanakan peranannya secara efektif, maka
    akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan karena kebutuhan
    masyarakat akan terpenuhi, sehingga mereka akan termotivasi melalui kerja
    keras yang cermat dan efisien. Namun, jika hal itu tidak terlaksana, maka yang
    terjadi adalah kehancuran. Sumber daya yang dibutuhkan negara untuk
    kepentingan itu, diperoleh melalui sistem pajak yang adil dan efisien. Begitu
    pula, kalau dunia telah resah gelisah dengan ekonomi kapitalisme dan
    sosialisme, maka ekomoni syariah di Indonesia hendaknya diberdayakan secara
    sungguh-sungguh untuk mengawal kesejahteraan umat.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    100 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    DAFTAR PUSTAKA
    Agustianto dalam Makalah berjudul : a. Politik Hukum dalam Ekonomi Syariah; b.
    Membangun Sinergi Untuk Kebangkitan Ekonomi Indonesia; c. Kematian Ilmu
    Ekonomi Kapitalisme dan peluang Ekonomi Syariah; dan d. Ekonomi Syariah
    dan Peradilan Agama.
    A.K, Syakmin, Mengkritisi Pandangan Mochtar Kusuma Atmaja Yang Mengintrodusir
    Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat di Indonesia, Draft
    Makalah, Tidak diterbitkan, Palembang, tanpa tahun.
    Azlan Khalil Shamsudin dan Siti Khursiah Mohd Mansor, Pengantar Ekonomi
    Islam, iBook, 2006.
    Darmodiharjo, Darji dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia
    Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
    Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang KHI.
    Khairi, Nuri Dkk, Membedah Peradilan Agama, PPHIM Jateng, 2001.
    Kusumaatmadja, Mochtar, dalam Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum
    Kolonial Ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial Politik dan Perkembangan
    Hukum di Indonesia, Jakarta, Rajawali Press, 1994.
    ———-. Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Hukum Nasional, PT.
    Binacipta, Bandung, 1986.
    Mahkamah Agung, Pedoman Teknis Administrasi dan Teksin Peradilan Agama,
    2009 (Buku II).
    Mustafa Dakian, Sistem Kewangan Islam, Utusan Publications, 2005.
    Manan, Abdul, Prof. Dr. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
    Peradilan Agama, Jakarta, 2000.
    Mujahidin, Ahmad, DR. Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
    Mahkamah Syari‟ah di Indonesia, Jakarta, 2008.
    Muntaqo, Firman, Efektifitas Hukum Sebagai Alat Rekayasa Sosial, Jurnal Hukum
    Progressif, PDIH Undip Semarang, 2005
    Mashudi
    Volume IV/Edisi 1/Mei 2013 | 101
    Paton, G.W. A Text-book of Jurisprudence, 2nd. Ed, Oxford University Press,
    London, 1951.
    Purbacaraka, Purnadi dan Chidir Ali, Disiplin Hukum, Citra Aditya Bhakti,
    Bandung, 1990.
    Peraturan Pemerintah. Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
    Undang Nomor 1 Tahun 1974.
    Peraturan Mahkamah Agung 2 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi
    Syari‟ah.
    Peraturan Mentri Agama Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah.
    Rasjidi Lily, Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu?” CV. Remadja Karya,
    Bandung, 1988.
    Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2002.
    ———-, Hukum Adat Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (Perspektif
    Sosiologi Hukum), Makalah disampaikan pada Lokakarya Hukum Adat
    diselenggarakan oleh Mahkakamah Konstitusi 4-6 Juni 2005.
    Rasyidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1990.
    Seidman, Robert B. dalam Ronny Hanitijo Soemitro, The Law of
    Nontransferability of Law Menurut Robert B. Seidman, Badan Penerbit
    Universitas Diponegoro, Semarang, 1998.
    Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun 2008 Tentang Eksekusi
    Putusan Badan Arbritrase Syari‟ah.
    Sarimah Hanim Aman Shah, Ekonomi dari Perpektif Islam, Penerbit Fajar Bakti,
    2006.
    Surtahman Kastin Kasan dan Sanep Ahmad, Ekonomi Islam: Dasar dan Amalan,
    Dewan Bahasa dan Pustaka, Edisi Kedua, 2005.
    Surtahman K.H. dan Sanep Ahmad, Ekonomi Islam: Dasar dan Amalan, DBP,
    2005, xx-xxi.
    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
    Kapitalisme Runtuh Ekonomi Syariah Berkah
    102 | Volume IV/ Edisi 1/Mei 2013
    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perobahan atas Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1989.
    Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perobahan kedua Undang-
    Undang Nomor 7 Tahun 1989.
    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
    Undang-Undang N 21 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah.
    Virginia Hooker and Amin Saikal (editors), Islamic Perspectives on the New
    Millenium, ISEAS, 2004.

Leave a comment